Jamasan Pusaka Dal 1951 J, Ritual Tahunan untuk Merawat Pusaka

Hujan berhenti tak lama sebelum ritual Siraman, atau Jamasan Pusaka, dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta pada hari Selasa Kliwon (17/10), tanggal 26 Sura tahun Jawa. Ritual ini dilaksanakan setahun sekali tiap Selasa Kliwon pada bulan Sura. Atau apabila tidak terdapat hari Selasa Kliwon pada bulan itu, maka Siraman dilakukan pada hari Jumat Kliwon. Siraman atau Jamasan, yang berarti memandikan, bertujuan untuk membersihkan dan merawat pusaka-pusaka milik keraton.


Rangkaian upacara Jamasan Pusaka diawali sekitar pukul 10.00 pagi dengan Jamasan pada pusaka yang berupa tombak, Kanjeng Kiai Ageng Plered, di kawasan Kedhaton. Setelah Kanjeng Kiai Ageng Plered selesai dijamas, barulah proses jamasan pada pusaka-pusaka lain dimulai.

Upacara jamasan yang diselenggarakan di dalam kawasan Kedhaton ini tertutup untuk umum. Karena itulah selama dua hari, Selasa dan Rabu tanggal 17-18 Oktober 2017, Keraton Yogyakarta tidak dapat menerima wisatawan.


Sebagai gantinya, pengunjung yang ingin menonton Jamasan dapat hadir pada Jamasan Kereta di Museum Kereta Keraton di Jalan Rotowijayan. Jamasan Kereta kali ini dipimpin oleh Abdi Dalem Mas Wedana Rata Diwiryo.


Hanya ada dua kereta yang dibersihkan tiap tahunnya. Satu kereta Kanjeng Nyai Jimat, kereta hadiah dari Gubernur Jenderal VOC yang digunakan pada penobatan Sri Sultan Hamengku Buwana I sampai Sri Sultan Hamengku Buwana III. Dan satu kereta lagi digilir tiap tahun. Tahun ini Jamasan Kereta membersihkan Kiai Manik Retna, kereta buatan Belanda pada tahun 1815 yang dipergunakan Sri Sultan Hamengku Buwana IV sampai Sri Sultan Hamengku Buwana V untuk bertamasya.

Kedua kereta tersebut dibersihkan secara bergantian. Pada pukul 10.30, kereta Kanjeng Nyai Jimat dibawa ke halaman samping, setelah selesai baru kereta Kiai Manik Retna dikeluarkan ke halaman depan untuk dibersihkan. Selesai dibersihkan, Kiai Manik Retna dibawa masuk kembali sekitar pukul 11.00.


Jamasan kali ini dihadiri oleh GKR Hayu, putri keempat Sri Sultan, "Saya ingin memastikan kelancaran acara. Saya berharap pengunjung yang hadir dapat menerima pembagian air sisa Jamasan dengan tertib dan tidak mengganggu jalannya upacara."


Tiap kali Jamasan dilangsungkan, memang terdapat pengunjung yang khusus datang untuk meminta sisa air yang digunakan untuk membersihkan kereta. Mereka datang membawa jeriken-jeriken dan botol-botol. Pengunjung ini tidak hanya berasal dari sekitar keraton, tapi ada juga yang berasal dari Wonosobo, Ambarawa, bahkan Jakarta.


Mereka percaya bahwa air sisa tersebut mengandung berkat. Ada yang meminumnya untuk menyembuhkan penyakit, ada pula yang menyiramkannya ke lahan pertanian dengan harapan mendapat panen yang berlimpah.