Keraton Menyambut Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY

Keraton Yogyakarta menjadi tuan rumah bagi tiga acara dari rangkaian Mangayubagya Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY Masa Bakti 2017-2022. Ketiganya adalah Tasyakuran bersama Habib Lutfi bin Ali bin Yahya pada Jumat (20/10) malam di Bangsal Pagelaran, Gelar Budaya Rakyat pada Minggu (22/10) malam juga di Bangsal Pagelaran, dan Doa Syukur Lintas Agama pada Selasa (24/10) sore di gedung Sasono Hinggil Dwi Abad.

Rangkaian acara Mangayubagya tersebut diselenggarakan oleh Pemda DIY sebagai rasa syukur atas dilantiknya Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY pada tanggal 10 Oktober 2017 lalu.

Tasyakuran bersama Habib Lutfi sekaligus Maulid Akbar Majelis Ta'lim Darul Hasyimi berlangsung dengan meriah. Acara dibuka dengan lagu Indonesia Raya dan pembacaan Pancasila. Pengunjung yang hadir berdesakan memenuhi bangsal dan halaman Pagelaran.

Begitu juga Gelar Budaya Rakyat yang diselenggarakan setelahnya. Terdapat lebih dari 360 orang seniman dari segala penjuru DIY yang terlibat dalam pesta budaya tersebut. Di antaranya adalah tari topeng dari Gunung Kidul, tari badui dari Sleman, tari panjidor dari Kulon Progo, reog dhodhog dari Bantul, dan dagelan Mataram dari kota Yogyakarta.

Sedang pada Doa Syukur Lintas Agama, para pemuka dari enam agama di Indonesia melakukan doa bersama. Doa dari agama Kong Hu Cu, Katolik, Hindu, Budha, Kristen, dan Islam dilantukan bergantian. Selain mengucap syukur, mereka juga berdoa untuk kelancaran kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dalam membawa kemakmuran bagi DIY.

Keberagaman budaya dan agama yang dihadirkan dalam rangkaian acara Mangayubagya tersebut sejalan dengan sambutan Sri Sultan dalam acara Tasyakuran,

"Yogyakarta dengan gencarnya mengalami dialog budaya dengan nilai-nilai luar, namun dialog itu tidak mencairkan nilai-nilai dan tradisi Jawa Mataraman yang menjadi basis kehidupan Yogyakarta. Dalam proses dialog itu, justru menghasilkan nilai tambah terbangunnya identitas kultural Yogyakarta, yakni inklusivitas, pluralitas, toleransi, dan komunalitas."

Pernyataan Sri Sultan tersebut ditekankan kembali oleh Habib Lutfi saat melakukan tausiyah. Beliau mengajak warga Yogyakarta untuk selalu berpegang pada jati dirinya.

“Berapa milyar kubik per detik air sungai yang masuk laut, tapi tetap tidak mampu merubah asinnya air laut. Kalau begitu air laut mempunyai jati diri. Mempunyai harga diri. Mempunyai kehormatan. Alangkah indahnya kalau bangsa ini lebih meningkatkan harga dirinya, jati dirinya, dan kehormatan dirinya.”