Oki Priajitama, Yang Muda Yang Melanggengkan Budaya

Oki Priajitama

Seragam indah menawan mata, musik eksotis, cara berbaris unik, senjata tradisional, serta panji-panji megah. Ada banyak alasan bregada prajurit keraton begitu memikat dan dipuja banyak orang. Pawai prajurit keraton dalam tiap upacara Garebeg sangat dinanti dan menjadi salah satu jiwa perhelatan itu sendiri.

Oki Priajitama sering menyaksikan pawai prajurit keraton semasa kecil. Begitu lulus SMA ia merasakan panggilan hati amat kuat untuk menjadi bagian dari pasukan istimewa tersebut. Remaja ini langsung memberanikan diri melamar menjadi anggota. Namun, karena posisi prajurit senjata sudah penuh, ia diarahkan masuk bagian ungel-ungelan, korps musik prajurit keraton. 

Awalnya, Oki ditempatkan ke pasukan Surakarsa, memegang alat musik tambur (genderang). Ia kemudian dipindahkan ke kesatuan Mantrijero untuk menggantikan anggota yang berhalangan. Hingga kini ia mengabdi di kesatuan tersebut dan memainkan alat musik yang sama. 

Oki 1

Bregada  Muda

Oki merupakan representasi kaum milenial yang jumlahnya terus bertambah di kalangan Abdi Dalem Keprajuritan. Lahir tahun 1996, ketika masuk keprajuritan pada 2015 ia merupakan Abdi Dalem termuda. Ini berarti generasi langgas pun banyak yang menggandrungi budaya daerah dan berniat melestarikannya. 

Tak pelak, banyak sekali hal baru yang harus ia pelajari, mulai dari cara bermain musik hingga aturan aba-aba keprajuritan yang sangat berbeda dengan militer pada umumnya, misalnya “tenteng kalasengka” untuk perintah mengangkat alat musik dan “tenteng walastra” untuk mengangkat senjata. Ia bahkan mengaku kaget saat pertama kali mendengar salvo (tembakan). 

“Kesulitan pasti ada, tetapi lama-kelamaan juga terbiasa. Saya beradaptasi dengan banyak bertanya,” jawabnya atas pertanyaan bagaimana mengatasi kesulitan. 

Tak punya latar belakang musik, bertugas pada divisi ungel-ungelan menjadi hal baru baginya. “Yang sulit adalah cara memainkan tambur dan memegangnya dengan benar. Yang pertama teknik ropel. Awalnya kasar lama-lama jadi halus.” Semua prajurit keraton berlatih setiap Minggu sore. Latihan rutin inilah yang mengasah keterampilan mereka. 

Belajar di Keraton

Pada mulanya orangtua Oki tidak mengetahui anak mereka ngayahi menjadi prajurit. Begitu tahu, mereka kaget lalu mempertanyakan kesungguhannya. Padahal meski masih muda, kesungguhan Oki dalam mengabdi pada budaya sebenarnya tak perlu dipertanyakan lagi. Selain menjadi prajurit, ia mulai sowan bekti di keraton sebagai Abdi Dalem Kaniyagan (karawitan). “Baru sowan bekti, belum magang, belum apa-apa,” katanya merendah. 

Kini sudah empat tahun pemuda ini bergabung dengan keraton dan kedua orangtuanya pun bangga akan hal itu. Peristiwa yang paling berkesan baginya adalah memainkan mars hormat untuk Ngarsa Dalem saat beliau miyos dalam acara Kondur Gangsa 2019. 

Oki mengaku belajar banyak hal di keraton. “Saya mendapat banyak pengalaman baru, terutama dalam musik di keprajuritan. Masyarakat (mungkin tahunya) musik keprajuritan gitu-gitu aja. (Padahal) ada langgamnya, ada berbagai jenis.”  Tak heran bila Oki memiliki keinginan agar gending-gending keprajuritan kuno yang jarang keluar seperti Jam-jamanGarangan, dan lain-lain diperdengarkan lagi. 

Di luar keraton, Oki merupakan mahasiswa karawitan di Akademi Komunitas Seni dan Budaya. Masa studinya akan selesai sebentar lagi. Setahun belakangan ia juga menekuni pembuatan batik sebagai hobi. 

Untuk itu Oki berpesan kepada sesama anak muda, “Semangat terus, jangan terpengaruh orang lain. Kan ada yang bilang, wah prajurit keraton, sesuk ki piye. Banyak yang meremehkan, (tetapi) tetaplah teguh pendirian.“

Oki 6