Warawaditra: Kilau Musik Para Puan Agungkan Kemuliaan Ibu
- 26-12-2024
Gemerintik hujan sejak pagi tak henti-hentinya membasahi Kota Yogyakarta pada Sabtu sore (14/12). Pukul 16.45 WIB, kompleks Kagungan Dalem Pagelaran telah ramai, tua-muda berlalu lalang dan bercengkrama sembari menunggu gerbang Pagelaran dibuka untuk gelaran orkestra. Hujan reda ketika memasuki waktu gerbang dibuka. Hadirin tampak berdesakan, berlomba-lomba ingin memperebutkan posisi strategis untuk menyaksikan pertunjukan Yogyakarta Royal Orchestra.
Setelah melalui padatnya berbagai gelaran konser gemilang tahun 2024, akhir tahun ini ditutup dengan Konser Akhir Tahun Yogyakarta Royal Orchestra 2024: Warawaditra yang tampak berbeda dari biasanya. Kali ini, konser dimainkan oleh mayoritas musikus perempuan yang melantunkan lagu-lagu bertemakan ketokohan perempuan.
Konser Warawaditra digelar dalam rangka menyambut Hari Ibu (22/12) yang sejatinya merupakan momentum penting sebagai tanda bangkitnya pemberdayaan perempuan (women empowerment) di Indonesia. Pemilihan tanggal 22 Desember, didasarkan pada hari pertama digelarnya Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 – 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebagaimana namanya yakni Warawaditra, wara berarti perempuan, sedangkan waditra dalam bahasa Jawa berarti alat musik yang kini digunakan sebagai nama untuk kelompok musik barat di Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, Warawaditra dapat diartikan sebagai kelompok orkestra perempuan di Yogyakarta.
Konser women orchestra pertama yang digelar oleh Yogyakarta Royal Orchestra menghadirkan lagu-lagu Jawa bertemakan perjuangan dan lekat dengan ketokohan Ibu serta perempuan. Konser ini melantunkan 10 lagu yaitu Kasih Ibu, Yen Ing Tawang Ana Lintang, Lir Ilir, Ibu Pertiwi, Lela Ledhung, Jenang Gula, Concerto Nusantara Movement III, Sio Mama, Padhang Bulan, dan Tanah Airku.
Konser dipimpin oleh Mg Elok Shinta Meilina Agus sebagai konduktor, Nyi MJ Sariwaditro sebagai concert master, pemain solois violin yaitu Nyi MJ Ratnawaditro dan Riana Heath, pemain solois flute yaitu Nyi MJ Rasmiwaditro, solois vokal Nyi MB Larasati sebagai sinden dan Viktoria Friski Lestari sebagai soprano. Selain itu MP Widyoyitnowaditro juga membersamai pelaksanaan women orchestra ini sebagai arranger dan music director.
Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 hadir bersama Prameswari Dalem, GKR Hemas. Turut mendampingi Putra Dalem Putri GKR Bendara dan Mantu Dalem KPH Notonegoro. Konser dihadiri pula oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Dra. Arifatul Choiri Fauzi, M. Si., jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah DIY, serta para narasumber Seminar dan Bedah Buku “Jejak Peradaban Perempuan”.
Usai Ngarsa Dalem miyos dengan diiringi Gendhing Surcelli, irama musik bersambung ke dalam permainan orkestrasi yang familier terdengar sebagai simbol kasih sayang seorang Ibu yang tak terhingga sepanjang masanya. Konser Warawaditra lantas dibuka dengan lagu ikonik Kasih Ibu ciptaan SM Mochtar yang selalu relevan dalam setiap gerak zaman. Lirik mendalam pada lagu ini dinyanyikan dan disampaikan secara apik oleh Yogyakarta Royal Choir diiringi dengan rajutan bunyi Yogyakarta Royal Orchestra yang diaransemen oleh Mas Penewu Widyoyitnowaditro. Lagu Kasih Ibu kemudian disusul dengan tembang Yen Ing Tawang Ana Lintang yang dibawakan secara cemerlang dari satu kesatuan harmoni antara sinden, cokekan, dan orkestra.
Selain dimanjakan dengan persembahan orkestrasi diiringi vokal yang merdu, hadirin dan tamu undangan juga disuguhkan dengan permainan instrumental lagu-lagu nusantara ala Yogyakarta Royal Orchestra seperti Lir Ilir, Ibu Pertiwi, dan Concerto Nusantara Bagian III. Pada kesempatan kali ini, lagu Lir-Ilir dibawakan dalam format solo flute oleh Nyi Mas Jajar Rasmiwaditro dan lagu Ibu Pertiwi dimainkan dalam format solo violin oleh Nyi Mas Jajar Ratnawaditro. Sementara itu Concerto Nusantara Bagian III yang merupakan karya komposisi baru yang disusun oleh Mas Penewu Widyoyitnowaditro dibawakan oleh solois violin Amerika-Indonesia, Riana Heath. Permainan flute dan violin oleh para pemain berhasil memukau dan menciptakan decak kagum para hadirin.
Lelo Ledhung dan Jenang Gula masih menjadi primadona Yogyakarta Royal Orchestra. Permainan instrumen musik gender dan lantunan tembang dari Nyi Mas Bekel Larasati dalam karya ini membuat identitas musikal dari lagu Lelo Ledhung makin kuat dan khidmat. Tak hanya itu, Jenang Gula yang diaransemen ke dalam format orkestra, sinden, dan celempung melahirkan sebuah karya yang begitu estetis. Diawali dengan bawa (vokal tanpa iringan musik) dari sinden, disusul permainan celempung, dan dilanjutkan dengan permainan strings section membuat karya ini begitu elegan.
Tak tertinggal, Sio Mama yaitu lagu dari Ambon yang mengisahkan kasih sayang seorang Ibu kepada sang anak di perantauan juga menarik perhatian hadirin. Mengambil tempo 65 bpm serta tonika G Mayor membuat aransemen lagu Sio Mama menjadi lebih hidup (animato). Kehadiran solois vokal, Viktoria Friski Lestari, beserta choir menjadikan lagu ini dapat dimaknai secara mendalam oleh siapa saja yang mendengarnya. Tiba pada repertoar terakhir, lagu Tanah Airku yang dibawakan secara kolaboratif antara Yogyakarta Royal Orchestra dan Yogyakarta Royal Choir menjadi penghujung acara yang fantastis. Rasa kebersamaan yang terbangun oleh para hadirin yang bangkit berdiri dan menyanyikan lagu ini secara serempak menciptakan sukacita diiiringi dengan suasana yang mengharukan.
Pergelaran Yogyakarta Royal Orchestra sebagai agenda tutup tahun ini mendapatkan antusiasme yang tinggi dari masyarakat. Selain terbuka untuk umum dan tanpa dipungut biaya, pertunjukan ini juga tidak membutuhkan reservasi khusus. Masyarakat dapat secara langsung hadir dan menyaksikan penampilan yang disajikan. Di samping itu, para hadirin juga berkesempatan untuk membeli beraneka ragam kudapan tradisional yang disediakan oleh kedai UMKM yang berjejer rapi di sepanjang akses masuk hadirin menuju area pertunjukan Kagungan Dalem Pagelaran. Atas suksesnya Konser Akhir Tahun 2024, KPH Notonegoro sebagai Penghageng Kawedanan Kridhamardawa yang menaungi Yogyakarta Royal Orchestra menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan besar dari masyarakat. “Kami berharap orkestra perempuan ini juga akan menjadi agenda yang berkelanjutan pada tahun-tahun berikutnya”, ungkap KPH Notonegoro. Women orchestra sebagai bagian dari Yogyakarta Royal Orchestra adalah salah satu bentuk apresiasi kemuliaan perempuan yang akan selalu menyala dalam setiap masa.