Tiga Srimpi Warnai Penutupan Pameran Parama Iswari: Langkah Kecil, Pelestarian, dan Inspirasi
- 30-01-2025

Dalam rangka Penutupan Pameran Temporer Parama Iswari, Keraton Yogyakarta melalui Kawedanan Kridhamardawa menghadirkan tiga repertoar Srimpi yang ditampilkan selama tiga hari di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta. Srimpi Wiraga Pariskara menjadi repertoar pembuka pada Rabu, 23 Januari 2025. Hari kedua Jumat, 24 Januari 2025, keraton menyuguhkan Srimpi Lobong, sedangkan Srimpi Pramugari menjadi penampilan pungkasan pada Sabtu, 25 Januari 2025. Pergelaran ini secara terbuka dapat ditonton oleh umum dengan membeli tiket sesuai dengan informasi yang sudah dibagikan melalui kanal media sosial Keraton Yogyakarta. Adapun Pameran Parama Iswari telah berlangsung dari 6 Oktober 2024 – 26 Januari 2025.
Ketiga Srimpi yang ditampilkan memuat jalan cerita yang beragam. Srimpi Wiraga Pariskara berkisah tentang tata cara Upacara Adat Tetesan. Srimpi ini merupakan Yasan (karya) Srimpi pertama Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Sementara upacara Tetesan masih dilestarikan di lingkungan Keraton Yogyakarta. Dokumentasi upacara Tetesan terakhir dilakukan pada tahun 2023, saat Wayah Dalem RAj Nisaka Irdina Yudanegara, putri pertama GKR Bendara dan KPH Yudanegara menjalani proses upacara adat tersebut.
Tetesan merupakan upacara daur hidup anak perempuan, sebagai tanda transformasi gadis kecil menginjak masa remaja. Dalam Srimpi Wiraga Pariskara, prosesi inti Tetesan digambarkan dalam gerak: konyohan, lolohan, dan muryani busana. Selain itu, Gendhing Kodhok Ngorek Pelog Barang menjadi pengiring ketika penari kecil memasuki krobongan (bilik kecil non-permanen) untuk menjalani prosesi gres. Bagian akhir Srimpi ditandai ketika penari kecil keluar dari krobongan untuk kemudian melakukan gerak lolohan (meminum jamu) dan dilanjutkan dengan muryani busana.
Kehadiran dua penari anak-anak, memberikan kesan yang mendalam untuk penonton, terlebih Ngarsa Dalem. Saat sesi foto bersama di akhir pertunjukan, Ngarsa Dalem bertanya kepada salah satu penari cilik, “Sudah menari dari kelas berapa?” Penari cilik yang bernama Kana itu kemudian menjawab dengan senyum tersipu malu. “Alhamdulillah kesempatan ini bisa menjadi tempat untuk belajar lagi tentang Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Pengalaman terbaik dan pengalaman terbesar bagi Kana menari di depan Ngarsa Dalem,” ujar penari yang bernama lengkap Kanastri Putri Ramadani.
Rasa bangga dan bahagia juga turut dirasakan oleh sang ibu, yang kebetulan juga turut menjadi penari Srimpi Wiraga Pariskara. “Alhamdulillah senang sekali ini sudah yang kedua di Srimpi Wiraga Pariskara bersama Kana. Walaupun di awal latihan saat menari bersama, rasanya ingin sesekali menyampaikan hal jika ada sesuatu yang keliru: entah kurang mendhak, kurang ingset, dan sebagainya,” ungkap Nyi MB Kurniamatoyo. Ia pun mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf jika masih banyak kekurangan dalam menyampaikan tari Srimpi Wiraga Pariskara di depan Ngarsa Dalem dan Gusti Bendara. Penampilan Kana dan juga Titya, sebagai paraga beksa alit tentunya menjadi angin segar inspirasi bagi keberlanjutan dan regenerasi penari klasik gaya Yogyakarta, terutama di lingkungan Keraton Yogyakarta.
Pada hari kedua, Jumat (23/01) disuguhkan penampilan Srimpi Lobong, Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tarian ini mengisahkan pertempuran Dewi Srikandhi dan Dewi Suradewati, yang diambil dari Serat Ringgit Purwa. Akhir dari cerita, Dewi Srikandhi memenangkan pertempuran tersebut.
Pada hari ketiga, Sabtu (24/01) repertoar terakhir yang ditampilkan adalah Srimpi Pramugari. Srimpi ini menceritakan perjuangan Pangeran Mangkubumi dalam melawan pasukan Belanda. Penggunaan properti pistol menggambarkan perjalanan juang Pangeran Mangkubumi.
Bukan tanpa alasan ketiga Srimpi ini ditampilkan pada Penutupan Pameran Parama Iswari. KPH Notonegoro selaku Penghageng Kridhamardawa menyatakan bahwa Srimpi Wiraga Pariskara ditampilkan perdana secara terbatas dalam gelaran International Symposium on Javanese Culture pada Maret 2024 lalu. Sementara kedua srimpi lainnya, Srimpi Lobong dan Srimpi Pramugari ditampilkan untuk pendokumentasian dan pelestarian pengajuan Warisan Budaya Takbenda. Oleh sebab itu, saat penutupan pameran, Srimpi Lobong dan Srimpi Pramugari menggunakan busana rompi serta properti lengkap.
Secara resmi, Pameran Parama Iswari ditutup oleh Sri Sultan melalui sambutan yang disampaikan. “Keraton telah berupaya menghantarkan gambaran bahwa penghormatan adalah jalan peradaban. Harapannya gambaran ini menjadi cahaya pelita yang turut menerangi jalan komponen bangsa, mulai dari ranah kebijakan, sistem sosial masyarakat, relung-relung keluarga hingga ruang-ruang pribadi. Tidak harus dengan langkah-langkah besar, melainkan melalui gerak-gerak kecil yang bermakna. Dengan visi dan harapan seperti itulah, Pameran Temporer Parama Iswari saya nyatakan ditutup secara resmi.”
Pada hari terakhir penutupan Pameran (24/01) berkenan hadir GKR Hemas, GKR Bendara, dan GKBRAA Paku Alam. Dalam sambutannya, GKR Bendara menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung terselenggaranya Pameran Parama Iswari. “Tentunya, terima kasih kepada Prameswari Dalem Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang menginspirasi kami untuk menciptakan Pameran Parama Iswari.” ujar GKR Bendara. Disampaikan pula, bahwa Pameran Parama Iswari berhasil menarik 194.000 pengunjung selama kurun waktu Oktober 2024 – Januari 2025.