Gelar Numplak Wajik, Keraton Awali Persiapan Garebeg Mulud Dal 1959

Keraton Yogyakarta kembali menghadirkan prosesi Numplak Wajik pada Selasa (02/09) di Panti Pareden, Pelataran Kamagangan. Upacara ini sekaligus menandai dimulainya penyusunan badan Gunungan Estri atau Wadon yang turut diarak pada prosesi Garebeg Mulud Dal 1959. Ritual yang hanya berlangsung tiga kali dalam setahun ini bukan sekadar rangkaian seremonial, Numplak Wajik menyimpan pesan tentang kebersamaan, doa, serta rasa syukur yang diwariskan turun-temurun.
Gunungan yang tengah disiapkan terdiri atas lima jenis, yaitu Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Dharat dan Pawuhan. Khusus pada tahun Dal 1959, keraton juga membuat Gunungan Bromo yang nantinya diperuntukkan bagi Ngarsa Dalem dan keluarga. Pembuatan diawali dari Gunungan Wadon, simbol penghormatan pada perempuan yang menjadi sumber kehidupan. Selama prosesi berlangsung, iringan musik Gejog Lesung senantiasa diperdengarkan. Alunannya memuat gendhing atau lagu yang diantaranya Owal-awil, Tundhung Setan, Gejogan, Wlayangan, Lompong Keli, Kebogiro, dan Blendhung Jagung, semuanya bermakna sebagai penolak bala. Prosesi Numplak Wajik ini dilaksanakan tiga hari sebelum pelaksanaan Garebeg yang dimaksudkan untuk memberi waktu dalam penyusunan gunungan.
Gunungan yang dirangkai memuat beberapa jenis komponen antara lain, Kucu, Upil - upil, Tlapukan dan Rengginan. Komponen tersebut kemudian dibentuk dan dibuat rangkaian sedemikian rupa hingga berbentuk seperti sekuntum bunga. Selain komponen tersebut, terdapat beberapa jenis komponen lain yang jumlahnya lebih sedikit yang difungsikan sebagai hiasan gunungan diantaranya adalah Tedheng, Eblek, Bethetan, Ilat – ilatan, Ole – ole, Bedheran dan Bendhul.
Pada prosesi Numplak Wajik kali ini, GKR Mangkubumi memimpin prosesi dengan diiringi oleh para Abdi Dalem Keparak (Abdi Dalem perempuan). Prosesi dilanjutkan dengan doa oleh Abdi Dalem Kanca Kaji. Kemudian prosesi Numplak Wajik dilanjutkan dengan menumpahkan adonan wajik ke calon badan Gunungan Wadon.
Di akhir prosesi, masyarakat yang hadir dalam prosesi turut memperoleh Dlingo Bengle. Dlingo Bengle ini juga bertujuan sebagai penolak bala dan simbol permohonan kelancaran acara. Bagi warga, momen ini bukan hanya sakral, tetapi juga menghadirkan ikatan emosional antara keraton dan rakyat. Tradisi Numplak Wajik memperlihatkan budaya Jawa yang senantiasa hidup, menjadi ruang perjumpaan antara doa, simbol, dan kebersamaan.
PALING BANYAK DIBACA
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas