Pengajian Sekaten Dal 1959: Sarana Siar Agama di Masjid Gedhe
- 07-09-2025

Selama peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat melalui Urusan Pengulon kembali menggelar Kajian Sekaten Dal 1959. Pelaksanaan kajian berlangsung selama lima hari, sejak sehari pasca-Miyos Gangsa hingga satu hari sebelum Kondur Gangsa (30 Agustus – 3 September 2025), tiap harinya terselenggara sebanyak dua kali, yakni selepas Asar dan Isya.
Perbedaan pelaksanaan Kajian Tahun Dal dengan tahun yang lain terletak pada jumlah harinya. “Apabila Tahun Dal dilaksanakannya hanya lima hari, kalau tahun lain bisa enam sampai tujuh hari”, ujar Mas Lurah Amat Husaen, salah seorang Abdi Dalem Urusan Pengulon golongan Kajian dan Program. Lima hari pelaksanaan Kajian Tahun Dal menjelma dalam sebuah tema besar, yaitu ‘Ngadi Salira, Ngadi Budaya, Hamemayu Bawana’. Kemudian setiap penceramah akan mengejewantahkan ajaran dan kisah Nabi Muhammad SAW melalui pendekatan budaya Jawa. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Kajian Sekaten kali ini tidak memiliki tema harian tertentu, namun diharapkan tetap berkelindan dengan kisah Rasul.
Kajian Sekaten Tahun Dal 1959 menyajikan 10 penceramah. Penceramah tersebut hadir dari beragam organisasi dan badan. Baik itu Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Takmir Masjid, hingga Kantor Wilayah Kementerian Agama RI DIY. Pemilihan penceramah ini melalui rekomendasi dari kepala kantor atau organisasi yang kemudian dipilah sendiri oleh Urusan Pengulon. Kajian Sekaten tidak melulu menggunakan bahasa Jawa, namun diharapkan tiap penceramah dapat menyelipkan bahasa Jawa. Mas Lurah Amat Husaein menyatakan bahwa, “Urusan Pengulon tidak ada kriteria khusus, namun diharapkan tiap penceramah dapat berbahasa Jawa dengan fasih dan bisa menyelipkan unsur kebudayaan Jawa dalam kultum yang disampaikan.”
Kajian Sekaten bakda Isya juga berlangsung secara bersamaan dengan ditabuhnya Gamelan Sekati. Memang pada mulanya agenda siar agama ini hanya dilangsungkan melalui Gamelan Sekati, namun Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki terobosan lanjutan dengan kehadiran Kajian Sekaten. Mas Lurah Amat Nurcholis menambahkan, “Kajian Sekaten menjadi tahap lanjutan dari Siar Agama Islam. Awalnya masyarakat ditarik hadir ke masjid karena ada gamelan, kemudian sekarang bisa dengan mendengarkan kajian.” Sebelumnya agenda Kajian Sekaten dilaksanakan oleh Takmir Masjid Gedhe dan Kantor Wilayah Kementerian Agama RI DIY, barulah kemudian diselenggarakan oleh Urusan Pengulon sejak 2023.
Rangkaian Kajian Sekaten merupakan agenda terbuka untuk umum. Sehingga seluruh masyarakat dalam beragam kalangan dapat mengikutinya. Kajian yang diselenggarakan selepas Asar cenderung tidak dipadati jemaah, hanya sekitar 100 orang. Sedangkan jumlah jemaah akan membeludak ketika selepas Isya yang mencapai 400 – 500 orang. Bahkan jemaah telah memadati area Masjid Gedhe sejak Magrib sekaligus berdiam diri di Masjid. “Jemaah ini melihat jadwal penceramah, kalau penceramahnya menarik ya pesertanya akan membeludak sampai ada kelompok jemaah yang naik 5 bus kecil” ujar Mas Lurah Amat Nurcholis.
Kajian Sekaten menjadi momentum yang amat ditunggu oleh masyarakat luas. Salah satu jemaah menuturkan bahwa sudah menunggu-nunggu Kajian Sekaten, terlebih terdapat penceramah yang digemari. Pak Wignyo sebagai salah satu jemaah berujar, “Setiap tahun saya selalu menyempatkan datang ke Kajian Sekaten. Terus lihat di Instagram kalau ada Ustaz Salim, ya saya akhirnya datang berlima bareng tetangga saya.” Walaupun Kajian Sekaten dapat dinikmati melalui saluran siaran langsung, namun jemaah tetap ingin hadir langsung. “Saya dari Prambanan ke sini karena kalau hanya nonton dari siaran langsung kok kurang begitu. Kalau berangkat langsung kan juga bisa sekalian ngobrol sama jemaah lain” tambah Pak Wignyo.
Penyelenggaraan Kajian Sekaten juga disemarakkan dengan adanya para penjaja makanan. Terdapat makanan khas yang selalu ditemui ketika perayaan Sekaten, yakni nasi gurih dan telur merah (endog abang). Salah satu sajian khas ini juga yang membuat jemaah begitu antusias. Termasuk Mbak Putri yang mengajak keluarganya ke Kajian Sekaten dan menuturkan bahwa, “Saya ke sini juga sekalian mengenang masa kecil buat jajan endog abang. Termasuk mengenalkan makanan tradisional dan mengajarkan agama ke anak saya ini”. Para penjual di halaman Masjid Gedhe dikelola oleh Urusan Pengulon secara terorganisir. “Kami buka pendaftaran untuk penjual supaya lebih tertata. Besok ketika Jejak Banon juga area ini sudah bebas dari penjual. Jadi sebetulnya sudah sejak lama keraton itu terbuka untuk UMKM” tambah Mas Lurah Amat Nurcholis.
Dapat dijabarkan kemudian bahwa Kajian Sekaten menjadi keberlanjutan dari siar Islam. Awalnya Gamelan Sekati menjadi penarik masyarakat supaya mau hadir ke masjid dan bersyahadat, kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengadakan kajian Sekaten di halaman luar, dan kini dikelola oleh Urusan Pengulon di serambi Masjid Gedhe. Kajian Sekaten merupakan sarana peningkatan ilmu mengenai riwayat Nabi Muhammad SAW dan peningkatan iman, termasuk siar diperluas melalui siaran langsung demi menjangkau jemaah luas.