Pertunjukan Wayang Kulit Bedhol Songsong Lenggahing Harjuna: Ajak Masyarakat Teladani Raden Harjuna
- 12-09-2025

Setelah seluruh hiruk pikuk Hajad Dalem Garebeg Mulud Dal 1959 di pagi hari telah berlalu, malam harinya (05/09) pukul 19:00 WIB, di dalam Kedhaton suara gamelan bertalu-talu tepat di jantung Keraton Yogyakarta, yakni Kagungan Dalem Tratag Gedhong Prabayeksa. Deretan wayang yang di-simping menambah keindahan yang berpadu dengan keagungan Bangsal Kencana dan Gedhong Prabayeksa.
Sebagai rangkaian akhir Hajad Dalem Garebeg Mulud Dal 1959, pergelaran Wayang Kulit Bedhol Songsong diadakan secara tertutup dan dihadiri langsung oleh Sultan Hamengku Bawono Ka 10, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, serta didampingi para Putra Dalem Putri, Mantu Dalem, hingga para Wayah Dalem. Namun demikian, pertunjukan Wayang Kulit Bedhol Songsong ini juga disiarkan secara live streaming melalui kanal YouTube Kraton Jogja.
Berdasarkan catatan sejarah, dahulu pergelaran Wayang Kulit Bedhol Songsong yang diadakan setelah Hajad Dalem Garebeg memang biasa dipentaskan di dalam Kedhaton. Bedhol Songsong secara harfiah berarti ‘mencabut payung’. Idiom nama tersebut merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh para Bupati Mancanagari yang menghadiri Pisowanan Garebeg. Sebelumnya, berbagai perlengkapan milik para bupati yang dipasang di Alun-alun Utara untuk menyambut Garebeg—seperti songsong agung, umbul-umbul, klebet atau bendera, dan rontek—akan dibongkar (di-bedhol) dan dibereskan, seiring dengan selesainya rangkaian Hajad Dalem Garebeg serta kembalinya para bupati ke wilayah masing-masing.
Diawali bunyi cempala, dan disambut dengan Gendhing Ayak Lasem wayang kayon dicabut pertanda dimulainya Pagelaran Ringgit Wacucal Sedalu Natas (pertunjukan wayang kulit semalam suntuk). Pertunjukan ini mengambil lakon Lenggahing Harjuna yang dibawakan oleh Mas Bekel Cermo Sugondo sebagai dalang. Gerak wayang yang dimainkan diiringi dengan alunan gamelan pusaka era Sri Sultan Hamengku Buwono I, yakni Kanjeng Kiai Surak yang berlaras slendro dan Kanjeng Kiai Kancil Belik yang berlaras pelog.
Selain itu, dalam Wayangan Bedhol Songsong kali ini juga menggunakan perangkat wayang pusaka yakni wayang Harjuna dengan nama Kiai Jayaningrum peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I serta wayang Batara Guru karya (Yasan) Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang bernama Kiai Tejatumurun.
Secara garis besar, lakon Lenggahing Harjuna bermula dari turunnya wahyu yang menaungi bayi Raden Harjuna. Sabda dari Batara Guru, bayi Raden Harjuna kelak akan menjadi kesatria sakti dan dapat menurunkan para raja di tanah Jawa. Dalam perjalanan hidupnya, Raden Harjuna mendapatkan kesaktian dengan cara tekun mengasah kematangan jiwa.
Kisah ini ditutup dengan pertarungan batin Raden Harjuna dalam melawan hawa nafsu. Hal itu digambarkan ketika Raden Harjuna berhasil mengalahkan Prabu Niwatakawaca yang akan merusak tatanan dunia. Ujung dari perjalanan Raden Harjuna adalah memperoleh anugerah yaitu bidadari bernama Batari Supraba sebagai simbol mengalahkan hawa nafsu dan memperoleh senjata Pasopati, sebagai lambang kesatria sejati.
Akhir cerita, para Dewa di Kahyangan Suralaya berkumpul untuk turut bersuka cita akan kemenangan Raden Harjuna atas kemenangannya menyirnakan watak angkara murka. Pertunjukan yang berlangsung selama 8 jam 15 menit ini mengajak penonton semua untuk dapat meneladani perjalanan dan perjuangan Raden Harjuna sebagai satriya utama. Dengan ditancapkannya kayon di tengah kelir, berakhirlah sudah seluruh rangkaian Hajad Dalem Garebeg Mulud Dal 1959.