Rayakan 40 Tahun Sister Province Yogyakarta dan Kyoto: Keraton Pentaskan Orkestra di Jepang

Kedekatan sosial, sejarah, dan kebudayaan menjadi landasan awal terjalinnya Sister Province antara Yogyakarta dan Kyoto sejak 16 Juli 1985. Tepat pada 2025, menjadi momentum perayaan 40 tahun hubungan baik ini. Bermula saat penandatanganan nota kesepahaman antara Prefektur Kyoto dan Keraton Yogyakarta pada 2024 silam, kemudian dirumuskan kehadiran konser Yogyakarta Royal Orchestra di Kyoto.

Yro Jpn 31 31 Small

Yogyakarta Royal Orchestra melaksanakan tiga konser orkestra dan tiga konser ensambel yang terumpun selama 13-15 September 2025 di ALTI Hall Kyoto dan Nijo Castle. “Secara total ada 10 karya repertoar orkestra dan 8 karya ensambel yang ditampilkan,” ujar Mas Jajar Manggalawaditro yang bertugas sebagai kondakter dalam lawatan bersejarah kali ini. 

Yro Jpn 3 03 Small

Apabila menilik pada sejarah hubungan Yogyakarta dan Kyoto, semua berawal dari persahabatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Yukio Hayashida—pernah bertugas di Yogyakarta dan kemudian menduduki jabatan Gubernur Kyoto—. Beberapa kesamaan di antara kedua wilayah ini kemudian menjadi jembatan saling menguatkan dan bersahabat. Termasuk bagaimana Yogyakarta Royal Orchestra menjadi wadah silaturahmi. Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura yang turut mengawal lawatan ini menambahkan, “Seni bukan sekadar ekspresi, tapi juga ruang pertemuan. Selama 40 tahun hubungan Sister Province Kyoto dan Yogyakarta menunjukkan bagaimana budaya bisa saling menguatkan.” 

Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Kyoto turut menjalin kolaborasi dengan tiga rekanan, yaitu; St Viator Rakusai, Notre Dame Kyoto, dan Horikawa High School. Kolaborasi antara Yogyakarta Royal Orchestra dan musisi atau pelajar di Jepang juga menjadi warna baru. “Kalimat emas ‘Musik merupakan bahasa internasional’ itu faktual dan bukan hanya di buku saja,” tambah Mas Jajar Manggalawaditro. 

Yro Jpn 13 13 Small

Terdapat dua repertoar yang mendekatkan musisi Jepang dan Yogyakarta Royal Orchestra. Lela Ledung sebagai musik tradisi Jawa dapat dibawakan oleh musisi Jepang dengan begitu menjiwai. Kidung Pamuji juga menempati posisi istimewa karena idiom tradisi memberi nyawa tersendiri. Konektivitas budaya inilah yang dibangun antara Yogyakarta dan Kyoto supaya dapat menjadi jalan panjang dalam penguatan beragam lini lainnya. 

Selain mengadakan konser, Keraton Yogyakarta juga turut membawa pameran temporer untuk memperkenalkan budaya dan pariwisata. Pameran dilaksanakan pada 14-15 September 2025 di Nijo Castle, salah satu pusat kebudayaan dunia yang berusia 600 tahun. Sepasang busana bercorak Jangan Menir menyambut pengunjung Nijo Castle tepat di sebelah kanan gerbang utama. Ratusan pasang mata pengunjung mengagumi keindahan busana pengantin gaya Yogyakarta tersebut.

Yro Jpn 22 22 Small

Tiga unit pariwisata Keraton Yogyakarta juga disimbolisasi untuk memperkenalkan kekayaan budaya. Bregada menjadi figur yang merepresentasikan Kedhaton, Jempana sebagai perwujudan Museum Wahanarata, dan terdapat miniatur bangunan Tamansari. Mas Bekel Pradanareja Guritna sebagai kurator pameran mengutarakan, “Kami berupaya menjelmakan keraton ke dalam sesuatu hal yang mudah dipahami oleh masyarakat global. Pun pengunjung dapat membaca katalog digital yang ada dan diharapkan bisa berkunjung langsung ke Keraton Yogyakarta.” 

Representasi koleksi pameran dari kehadiran figur prajurit, transportasi, dan bangunan menjadi sebuah cara untuk mengutarakan kompleksitas Keraton Yogyakarta yang indah. Kekaguman para penonton juga menjadi sarana memori kolektif ketika beberapa person bercerita pernah ke Keraton Yogyakarta, Tamansari, atau tidak asing dengan Kota Yogyakarta. Lawatan kebudayaan yang menjahit beragam cerita dan memori.

Yro Jpn 18 18 Small