Uyon-Uyon Hadiluhung Senin Pon – 17 November 2025
- 17-11-2025
Keraton Yogyakarta kembali menyelenggarakan Uyon-Uyon Hadiluhung pada Senin Pon 17 November 2025 atau 26 Jumadilawal Dal 1959, sebagai bagian dari peringatan hari kelahiran (Wiyosan Dalem) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Gelaran ini dilangsungkan oleh Kawedanan Kridhamardawa, yang secara rutin menggarap dan menjaga kelestarian gendhing serta tarian warisan wangsa Mataram. Pertunjukan digelar di Kagungan Dalem Bangsal Kamandungan Kidul dan dapat disaksikan oleh pengunjung secara luring tanpa biaya dan tanpa reservasi. Selain itu, bagi masyarakat yang belum bisa hadir secara luring, dapat menyaksikan pergelaran ini melalui siaran langsung di kanal YouTube Kraton Jogja mulai pukul 19.00 WIB.
Uyon-Uyon Hadiluhung kali ini menghadirkan rangkaian komposisi gendhing pilihan, disertai pertunjukan tari putra Beksan Jungkung Mardeya. Tarian tersebut ditata ulang berdasarkan manuskrip berkode T.36 berjudul Pocapan Beksan Pethilan Perangipun Janaka–Jungkungmardeya.

Pimpinan Produksi Mas Bekel Kagomatoyo mengungkap bahwa pertunjukan tari kali ini didukung oleh peserta didik dari Pamulangan Hamong Beksa.
"Hal yang berbeda dari Uyon-Uyon Hadiluhung kali ini adalah paraga beksa atau penarinya. Jika biasanya yang tampil adalah Abdi Dalem Mataya (Abdi Dalem penari), kali ini dibawakan oleh siswa atau peserta didik dari Pamulangan Hamong Beksa, sebuah sekolah tari yang ada di Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta memberi kesempatan peserta didik untuk berani tampil di muka umum."
Sementara itu, Penata Rangkaian Gendhing Mas Riya Susilomadyo menerangkan bahwa kini sajian Uyon-Uyon Hadiluhung akan menampilkan grup karawitan di luar kelompok Abdi Dalem, untuk menyajikan satu gendhing.
“Untuk kesempatan kali–bulan November–para siswa Pamulangan Karawitan Sekolah Karawitan Kridhamardawa (SKK), Pamulangan Lebdaswara dan Pamulangan Pasindhen membawakan komposisi Gendhing Lirihan II.”

Daftar Komposisi Gendhing
|
No. |
Jenis/Bagian |
Judul Gendhing |
Laras dan Pathet |
|
1 |
Gendhing Pambuka |
Ladrang Raja Manggala |
Pelog Pathet Nem |
|
2 |
Gendhing Soran |
Gendhing Wulan Karahinan |
Slendro Pathet Nem, Kendhangan Jangga |
|
3 |
Gendhing Lirihan I |
Gendhing Remeng → minggah Ladrang Durma |
Pelog Pathet Lima, Kendhangan Sarayuda |
|
4 |
Gendhing Lampah Beksan |
Gendhing Beksan Jungkung Mardeya |
Slendro Pathet Sanga |
|
5 |
Gendhing Lirihan II |
Bawa Sekar Ageng Rangsang Tuban → Gendhing Cepaka → dhawah Ladrang Sekar Jlamprang → minggah Ketawang Sewandana → Plajaran lan Rambangan Gambuh |
Pelog Pathet Barang, Kendhangan Sarayuda |
|
6 |
Gendhing Lirihan III |
Gendhing Majemuk → Ladrang Mangu-Mangu |
Slendro Pathet Manyura, Kendhangan Majemuk |
|
7 |
Gendhing Panutup |
Ladrang Sri Kondur |
Slendro Pathet Manyura |
Pranatan (Ketentuan) bagi Pengunjung
Untuk menjaga tata krama dan keluhuran suasana, pengunjung yang hadir luring diwajibkan mematuhi pranatan berikut.

Yang Boleh Dilakukan
- Menggunakan busana pranakan (laki-laki).
- Menggunakan busana kebaya tangkepan jangkep dan bersanggul (perempuan).
- Mengambil foto tanpa kilasan cahaya sebelum dan sesudah pertunjukan.
- Menjaga ketenangan dan ketertiban selama pergelaran berlangsung.
- Mengikuti arahan Abdi Dalem yang bertugas terkait posisi duduk dan jalur keluar–masuk.
Yang Tidak Boleh Dilakukan
- Menggunakan busana yang tidak sesuai ketentuan (kaos, celana jeans, sandal, dan sejenisnya).
- Mengobrol keras, berjalan, atau berdiri saat pertunjukan sedang berlangsung.
- Menggunakan kilasan cahaya, penopang kamera, atau peralatan rekam profesional tanpa izin.

Alur Kedatangan Menuju Lokasi Acara
Untuk menuju lokasi pertunjukan, pengunjung dapat memasuki kawasan Alun-Alun Kidul. Alurnya sebagai berikut:
- Masuk dari sisi utara Alun-Alun Kidul, tepatnya melalui pintu depan Kagungan Dalem Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad. Area parkir untuk penonton berada di Pamengkang/Supit Urang (lorong yang berada di sisi timur dan barat Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad).
- Pintu masuk Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad dibuka mulai pukul 18.00 WIB, akan ada Abdi Dalem yang berjaga dan bertugas melakukan pengecekan busana di area tersebut.
- Pukul 18.45 WIB, seluruh penonton yang berada di Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad akan diajak untuk berbaris di depan Regol Kamandungan Kidul untuk mendengarkan wewarah (tata tertib) yang akan berlaku selama Uyon-Uyon Hadiluhung berlangsung.
- Usai wewarah, Regol Kamandungan Kidul akan dibuka dan penonton dipersilakan memasuki Bangsal Kamandungan Kidul. Penonton dipersilakan duduk sesuai arahan Abdi Dalem yang bertugas. Uyon-Uyon Hadiluhung akan dimulai tepat pukul 19.00 WIB.

Sekilas Beksan Jungkung Mardeya
Beksan Jungkung Mardeya merupakan salah satu beksan pethilan yang ditarikan oleh empat penari putra. Tari ini memuat kisah Mahabharata dan bersumber dari naskah berjudul Pocapan Beksan Pethilan Perangipun Janaka-Jungkungmardeya, memuat teks percakapan yang digunakan dalam pementasan wayang orang, khususnya dalam adegan pertempuran antara Janaka dan Prabu Jungkungmardeya. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, Beksan Jungkung Mardeya kembali diangkat dan dipentaskan dalam acara Uyon-Uyon Hadiluhung 17 November 2025. Dalam penampilan tersebut, naskah T.36 diinterpretasikan secara utuh dengan penyesuaian ragam gerak.
Tarian ini bercerita tentang perang antara Jungkungmardeya, raja dari Kerajaan Parangtejo melawan Janaka. Jungkungmardeya merupakan pemimpin dari Kerajaan Parangtejo. Perang antara keduanya merupakan bagian keutuhan cerita Wayang Purwa episode Srikandi Maguru Manah. Alkisah, Prabu Jungkungmardeya hendak melamar dan membawa Dewi Srikandi, kabar ini akhirnya terdengar hingga ke telinga Janaka. Prabu Jungkungmardeya secara terang-terangan menyatakan keinginannya untuk memperistri Dewi Srikandi, yang kemudian ditolak dengan tegas oleh Janaka. Penolakan ini membuat pertemuan keduanya semakin memanas hingga akhirnya perseteruan tak terhindarkan. Keduanya bersiap dengan tameng dan dhuwung (keris kecil), sebagai senjata utama mereka. Gerak saling serang dan saling tangkis pun terjadi dengan cepat dan gagah. Setelah melalui pertempuran sengit, Janaka akhirnya berhasil mengalahkan Prabu Jungkungmardeya.
Beksan Jungkung Mardeya dibawakan dalam dua sifat ksatria nan halus. Prabu Jungkungmardeya: alus–lanyap–mbranyak, halus namun angkuh. Sementara Janaka: alus–luruh, tenang dan penuh pengendalian diri. Perbedaan karakter inilah yang menjadi kekuatan utama dalam penampilan tarian, menghadirkan sifat antara dua ksatria yang bertolak belakang.

Fakta Menarik
Sebagai bagian dari pelestarian budaya adiluhung, pertunjukan Uyon-Uyon Hadiluhung tidak hanya menyajikan komposisi gendhing dan beksan, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai sejarah yang melekat pada setiap elemen pendukungnya—mulai dari bangunan, konteks historis, hingga karya yang disuguhkan. Berikut beberapa fakta menarik yang memperkaya pemahaman tentang pergelaran ini.
1. Bangsal Kamandungan Kidul: Salah Satu Bangsal Tertua di Keraton
Bangsal Kamandungan Kidul, lokasi penyelenggaraan Uyon-Uyon Hadiluhung, merupakan salah satu bangsal tertua di kawasan Keraton Yogyakarta. Sebagai ruang yang sarat nilai sejarah, bangsal ini telah menjadi tempat berlangsungnya berbagai upacara dan kegiatan, seperti geladi bersih prajurit jelang upacara Garebeg dan tempat berlatih jemparingan (memanah gaya Mataram).
2. Asal-Usul Bangsal dari Karangnongko, Sragen
Fasad Bangsal Kamandungan Kidul diboyong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Desa Karangnongko, Sragen—yang dahulu bernama Sukowati. Pada masa perjuangan melawan VOC, bangunan ini menjadi tempat tinggal beliau sebelum kemudian dipindahkan dan menjadi bagian integral dari kompleks Keraton Yogyakarta.
3. Gendhing Baru Era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10
Salah satu komposisi yang ditampilkan, yakni Gendhing Lirihan II, merupakan karya baru yang lahir pada era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Komposisi ini mencakup Gendhing Cepaka Laras Pelog Pathet Barang, Kendhangan Sarayuda, Ladrang Sekar Jlamprang, dan Ketawang Sewandana, mencerminkan kesinambungan kreativitas seni karawitan di lingkungan keraton.

Tim Pendukung Pertunjukan
Untuk menghadirkan pementasan yang tertib dan selaras, pertunjukan ini melibatkan sejumlah Abdi Dalem yang bertugas dalam bidang teknis, serta peran panggung, berikut diantaranya:
Paraga Patuh (Penari utama)
- R Nurwaskita Cahyo Darmawan
- Bayu Murti Manunggal
- Bagas Dwitiya Yogiswara
- Dwiky Awang Kusuma Jati
Paraga Bela (Penari Cadangan)
- Tirta Wahyu Pratama
- Moreno Arya Kamandanu A
- Dian Afrizal
- Restu Hendry Pratama
Penggarap Teknis
- Pamucal Beksa: RRy Rogomurti
- Penata Gendhing Beksan: MRy Susilomadyo
- Penata Gendhing Uyon-uyon: MB Kumoromoyo
- Pembaca Kandha: Ahmad Hafidz Rasyad
- Keprak: RRy Rogomurti
- Penata Busana: MB Kayun Sumekto
- Pimpinan Produksi: MB Kagomatoyo
Selamat menyaksikan!