Tatanan Agama Sebagai Sumber Kemuliaan Negara: Refleksi 279 Tahun Berdirinya Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta baru saja menggelar puncak peringatan ke-279 tahun Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, Kamis Legi (20/11) atau 29 Jumadilawal Dal 1959. Prosesi berlangsung secara khidmat di Kagungan Dalem Serambi Masjid Gedhe yang diisi dengan Sema’an dan Khotmil Qur’an. Selain itu, juga digelar Pengajian yang diisi oleh Kiai Haji Nur Cholis Aziz, Kiai Haji Achmad Chalwani, dan Kiai Haji Mas’ud Masduki, serta diikuti oleh ratusan jemaah.

Sebelum puncak agenda, terlebih dahulu Keraton Yogyakarta mengutus Abdi Dalem Kanca Kaji dan Urusan Pengulon untuk berziarah ke makam pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono I di Pajimatan Imogiri, Rabu Kliwon (19/11) pagi. Malamnya dilanjutkan dengan Mujahadah Akbar di Masjid Gedhe.

Dalam sambutan daring, Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya majelis tasyakuran ini, seraya memberikan penghormatan kepada para kiai. Sri Sultan juga mendoakan agar para ulama senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan siar Islam yang damai dan membawa rahmat bagi semesta.

Mengangkat tema “Mbudidaya Tatanan Agami Mrih Mulyaning Nagari”, Sri Sultan menekankan bahwa tatanan agama merupakan sumber kemuliaan negara. Ingkang Sinuwun mengajak jemaah dan seluruh masyarakat untuk belajar dari sejarah peradaban dunia, termasuk Andalusia pada abad pertengahan, yang menunjukkan bahwa kemakmuran lahir dari harmoni dan toleransi antarumat.
“Kemakmuran Andalusia bukan hasil keseragaman, melainkan tumbuh dari harmoni yang disiram oleh toleransi,” ujar Sri Sultan. Ingkang Sinuwun menegaskan bahwa perbedaan adalah sumber kehidupan bagi peradaban yang bermartabat.

Sri Sultan juga menyinggung sejarah Nusantara, khususnya Kerajaan Majapahit, yang memberi teladan toleransi aktif. Ingkang Sinuwun mencontohkan bagaimana Raja Brawijaya V memberikan tanah Ampel Denta kepada Sunan Ampel, yang kemudian menjadi ruang akulturasi dan melahirkan corak keislaman Nusantara yang merangkul kearifan lokal.
“Kemuliaan negara tidak dibangun dengan keseragaman, melainkan kemampuan merangkul keragaman,” tutur Sri Sultan, sembari menyebut bahwa nilai tersebut telah menjadi DNA peradaban Nusantara yang tersimpul dalam ikatan Bhinneka Tunggal Ika.

Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat diperingati sebagai momentum bersejarah berdirinya pemerintahan Kasultanan Yogyakarta. Peringatan tahunan ini menjadi ajang refleksi untuk mengenang deklarasi pendirian negara dan pemerintahan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 13 Maret 1755 atau bertepatan dengan 29 Jumadilawal 1680.

Acara kemudian ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan serta kemuliaan Keraton Yogyakarta dan segenap lapisan masyarakat.
PALING BANYAK DIBACA
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas