Image page cover

Seminar Jejak Peradaban: Kemas Perkembangan Budaya Masa Sri Sultan HB VIII

Delapan repertoar yang dimainkan oleh Yogyakarta Royal Orchestra membuka Seminar Nasional Jejak Peradaban dengan tema ‘Resiliensi Budaya Pada Era Disrupsi’ di Morazen Hotel Yogyakarta pada Sabtu (07/12). Agenda dengan empat sesi tersebut mengulik kembali kebudayaan masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan pelestariannya hingga kini. Keraton Yogyakarta hadir dalam preservasi budaya dengan harapan mampu membangkitkan rasa keingintahuan masyarakat untuk menggali dan mengemas informasi budaya menjadi sebuah produk yang relevan dengan zaman.

Day2 4 04 Small

Acara yang menarik perhatian akademisi, praktisi bisnis kreatif, hingga generasi muda ini dibuka dengan sambutan yang menggarisbawahi pentingnya adaptasi naratif budaya. GKR Bendara, Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya, menekankan bahwa ketahanan budaya bukan sekadar masalah konservasi fisik, tetapi juga transformasi gagasan.

Day2 22 22 Small

 “Dari berbagai informasi yang kita serap dari media sosial, akhirnya kita sadar bahwa pelestari budaya tidak cukup sebatas konservasi fisik dan ritual. Akan tapi diperlukan transformasi naratif agar warisan budaya ini menjadi relevan bagi generasi digital saat ini. Serahkan kepada gen milenial dan gen z untuk menyiarkan budaya, yang mereka butuhkan adalah informasi yg dapat dipertanggung-jawabkan.” ujar GKR Bendara.

Day2 9 09 Small

Seminar Nasional Jejak Peradaban dirancang dalam empat panel paralel dalam menggali produk-produk budaya Keraton Yogyakarta yang telah berhasil bertransformasi menjadi nilai ekonomi dan daya tarik kontemporer. Sesi pertama membedah bagaimana warisan pengobatan tradisional berupa jamu yang mampu bertransformasi menjadi produk kesehatan holistik di era modern. Tidak hanya bercerita mengenai kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono VIII mengonsumsi jamu, namun juga menarik cerita pengembangan jamu di Desa Wisata Sidorejo dan inovasi produk masa kini oleh Suwe ora Jamu supaya tetap digandrungi generasi muda. 

Day2 15 15 Small

Panel berikutnya dilaksanakan dengan dua generasi pelestari seni perhiasan bergaya Jawa, yakni Salim Silver yang berbasis di Kotagede, dan Subeng Klasik dengan kacamata kalangan muda. Diskusi ini membawa topik mengenai perkembangan kerajinan perak Kotagede hingga peranan generasi muda dalam mendukung pelestarian dan perputaran industri perhiasan lokal. Priyo Salim sebagai generasi kedua dalam bisnis keluarga Salim Silver dan kehadiran Subeng Klasik menjadi penanda bahwa perhiasan bergaya Jawa tidak pernah sepi peminat. 

"Kami menyambut baik inisiatif generasi muda, dalam upaya melestarikan dan mengembangkan warisan budaya adiluhung perak Kotagede agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman dan pengaruh desain luar," tambah Priyo Salim.

Day2 26 26 Small

Masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menjadi alur 18 tahun penuh pembangunan fisik Keraton Yogyakarta. Masifnya arus budaya visual inilah yang ditanggapi dalam sesi puncak Seminar Nasional Jejak Peradaban 2025. Prof. Dr. Amos Setiadi, S.T., M.T., dalam sesi ini menyatakan “Konsep budaya visual era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menjadi entitas kearifan lokal dan pedoman arsitektur supaya tidak mengingkari ilmu pengetahuan modern dalam menghadapi era disrupsi.” Paparan itu kemudian ditanggapi oleh Terra Bajraghosa yang turut membahas bahwa budaya visual dan perkembangan fisik Keraton Yogyakarta dapat beralih wahana menjadi aplikasi kreatif dan kriya. 

Tiga sesi utama Seminar Nasional Jejak Peradaban telah usai dan ditutup dengan makan malam secara terbatas yang mengangkat fenomena kuliner Rijsttafel. Suasana ini memiliki akar sejarah panjang dalam jamuan Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Panel ini membahas bagaimana jamuan tradisional dapat direinterpretasi menjadi pengalaman kuliner modern dan menjadi aset gastronomi. Tidak hanya menyantap hidangan, namun pengalaman diskusi turut digelar bersama Kevindra Soemantri, JJ Rizal, dan Dje Djak Rasa.

Day2 33 33 Small

Secara keseluruhan, Seminar Nasional Jejak Peradaban 2025 secara gamblang menunjukkan bahwa Keraton Yogyakarta melihat disrupsi bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai lahan inovasi budaya. Keraton Yogyakarta berharap, melalui rangkaian Seminar Nasional Jejak Peradaban 2025, masyarakat luas makin memahami bahwa warisan budaya yang dimiliki Keraton Yogyakarta dapat menjadi sumber inspirasi nyata bagi pembangunan, ekonomi, dan identitas bangsa yang berkelanjutan pada masa depan.

Day2 43 43 Small