Uyon-Uyon Hadiluhung Senin Pon – 22 Desember 2025
- 22-12-2025
Keraton Yogyakarta kembali menyelenggarakan Uyon-Uyon Hadiluhung pada Senin Pon 22 Desember 2025 atau 2 Rejeb Dal 1959, sebagai bagian dari peringatan hari kelahiran (Wiyosan Dalem) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Gelaran ini dilangsungkan oleh Kawedanan Kridhamardawa, yang secara rutin menggarap dan menjaga kelestarian gendhing serta tarian warisan wangsa Mataram. Pengunjung dapat menyaksikan pertunjukan di Kagungan Dalem Bangsal Srimanganti secara luring tanpa biaya melalui sistem reservasi dengan kuota terbatas. Selain itu, bagi masyarakat yang belum bisa hadir secara luring, dapat menyaksikan pergelaran ini melalui siaran langsung di kanal YouTube Kraton Jogja mulai pukul 19.00 WIB.
Uyon-Uyon Hadiluhung kali ini menghadirkan rangkaian komposisi gendhing pilihan, disertai pertunjukan tari Bedhaya Babarlayar. Tarian tersebut ditata ulang berdasarkan manuskrip Serat Beksan Bedhaya utawi Srimpi berkode B/S 7.

Penata Rangkaian Gendhing Mas Riya Susilomadyo menerangkan bahwa sajian Uyon-Uyon Hadiluhung 22 Desember 2025 menampil karawitan putri (Tantri) Kridhamardawa, yang terdiri dari Abdi Dalem Pasindhen, Mataya, Kagunan, Pamucal Beksa, siswa magang, dan juga para siswa Pamulangan Pasindhen untuk menyajikan satu gendhing.
“Sajian kali ini terasa istimewa karena bertepatan dengan (peringatan) hari ibu, sehingga menampilkan rangkaian gendhing yang disajikan oleh karawitan putri (Tantri). Seluruh pemain gamelan dalam grup karawitan ini adalah perempuan yang terdiri dari; Abdi Dalem Pasindhen, Mataya, Kagunan, Pamucal Beksa, siswa magang, dan juga para siswa Pamulangan Pasindhen di Keraton Yogyakarta.”

Daftar Komposisi Gending
|
No. |
Jenis/Bagian |
Judul Gendhing |
Laras dan Pathet |
|
1 |
Gendhing Pambuka |
Ladrang Prabu Mataram |
Slendro Sanga |
|
2 |
Gendhing Soran |
Gendhing Dhegung Banten |
Pelog Lima, Kendhangan Semang, Kendhang Satunggal, jangkep sadhawahipun |
|
3 |
Gendhing Lirihan I |
Gendhing Danujaji → dhawah Ladrang Danujaji Lasem |
Slendro Nem |
|
4 |
Gendhing Lampah Beksan |
Gendhing Beksan Bedhaya Babarlayar |
Pelog Barang |
|
5 |
Gendhing Lirihan II |
Bawa Sekar Ageng Pamularsih → Gendhing Madusari → dhawah Ladrang Kenya Wibawa → minggah Ketawang Sri Dayinta |
Slendro Sanga |
|
6 |
Gendhing Lirihan III |
Gendhing Kuwung-kuwung → Ketawang Bremara |
Pelog Barang |
|
7 |
Gendhing Panutup |
Ladrang Tedhak Saking |
Pelog Barang |
Pranatan (Ketentuan) bagi Pengunjung
Untuk menjaga tata krama dan keluhuran suasana, pengunjung yang hadir luring diwajibkan mematuhi pranatan berikut.
Yang Boleh Dilakukan
- Menggunakan busana pranakan (laki-laki).
- Menggunakan busana kebaya tangkepan jangkep dan bersanggul (perempuan).
- Mengambil foto tanpa kilasan cahaya sebelum dan sesudah pertunjukan.
- Menjaga ketenangan dan ketertiban selama pergelaran berlangsung.
- Mengikuti arahan Abdi Dalem yang bertugas terkait posisi duduk dan jalur keluar–masuk.
Yang Tidak Boleh Dilakukan
- Menggunakan busana yang tidak sesuai ketentuan (kaos, celana jeans, sandal, dan sejenisnya).
- Mengobrol keras, berjalan, atau berdiri saat pertunjukan sedang berlangsung.
- Menggunakan kilasan cahaya, penopang kamera, atau peralatan rekam profesional tanpa izin.

Sekilas Bedhaya Babarlayar
Alkisah, seorang ratu dari negeri Ngambarkumala dan pasukannya ambabar layar (membentangkan layar), menempuh ekspedisi untuk menyerbu negeri Kandhabuwana. Setibanya di sana, sang ratu bersama para prajurit estri (pasukan perempuan) berhadapan dengan seorang putra mahkota Kandhabuwana. Pertarungan hebat pecah, senjata beradu dan keberanian diuji. Namun, di tengah nyala api penaklukan itu, perlahan tumbuh bara asmara antara Ratu Ngambarkumala dan Raja Kandhabuwana. Hingga akhirnya, keteguhan hati sang ratu pun luluh, takluk oleh rasa yang tumbuh di hadapannya.
Itulah cerita yang diangkat oleh tari Bedhaya Babarlayar. Kisah penaklukan yang berujung asmara jamak ditemui dalam epos-epos wayang maupun babad.
Bedhaya Babarlayar merupakan salah satu bedhaya arkaik yang konon diciptakan pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pascaperjanjian Giyanti, tarian tersebut dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta, bersama Bedhaya Semang dan Bedhaya Rambu. Kemudian, pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755 – 1792) bedhaya ini disempurnakan kembali, dan menjadi Yasan (karya) Sr Sri Sultan Hamengku Buwono I yang diciptakan khusus bagi putra mahkota, Raden Mas Sundoro. Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI (1855 – 1877), Bedhaya Babarlayar kembali digubah dan dianugerahkan kepada putranya di kadipaten, Raden Mas Murtejo, yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Namun, di samping itu terdapat gothek (tradisi lisan) yang menuturkan bahwa Bedhaya Babarlayar merupakan Yasan Dalem Sri Susuhunan Paku Buwono II, yang kemudian dilestarikan oleh Sultan Hamengku Buwana II. Oleh karena itu, tidak heran jika ditemukan garap dan rasa yang mencerminkan perpaduan antara gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta.
Informasi Tambahan
Sebagai bagian dari pelestarian budaya adiluhung, pertunjukan Uyon-Uyon Hadiluhung tidak hanya menyajikan komposisi gendhing dan beksan, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai sejarah yang melekat pada setiap elemen pendukungnya—mulai dari bangunan, konteks historis, hingga karya yang disuguhkan. Berikut beberapa fakta yang memperkaya pergelaran ini.
- Spesial Memperingati Hari Ibu
Uyon-Uyon Hadiluhung terakhir pada tahun 2025 ini digelar bertepatan dengan peringatan Hari Ibu. Perempuan menempati ruang yang sama untuk berkarya, sebab sejatinya dalam sejarah Hari Ibu, penetapan tanggal 22 Desember berkait dengan Kongres Perempuan pertama di Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1928. Untuk memperingati peristiwa itu, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat memilih repertoar Bedhaya Babarlayar dan Karawitan Putri dalam pertunjukan Uyon-Uyon Hadiluhung. Karena perayaan hari ibu tidak semata untuk para ibu saja, namun sejatinya untuk merayakan pemberdayaan perempuan.
- Gendhing Baru Era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10
Salah satu komposisi yang ditampilkan, yakni Gending Danujaji Laras Slendro Pathet Nem dan Gendhing Ketawang Sri Dayinta Laras Slendro Pathet Sanga merupakan karya baru yang lahir pada era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10.
- Gending dalam sajian Bedhaya Babarlayar:
- Bedhaya Babarlayar diciptakan pada era pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono II di Surakarta, maka tidak heran jika ditemukan garap serta rasa yang mencerminkan perpaduan garap gendhing antara gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta.
- Jika pada garap gendhing bedhayan biasanya gerakan Kapang-Kapang maju dan mundur menggunakan Gendhing Gati serta tambahan instrumen musik barat, dalam Bedhaya Babarlayar ini menggunakan garap Ladrang Irama II, dengan Kendhangan Ladrang Kapang-Kapang.
- Umumnya gendhing bedhayan sebelum memasuki gendhing baku menggunakan Bawaswara, maka dalam Bedhaya Babarlayar ini menggunakan Buka Rebab.
Tim Pendukung Pertunjukan
Untuk menghadirkan pertunjukan yang tertib dan selaras, pementasan ini melibatkan sejumlah Abdi Dalem yang bertugas dalam bidang teknis, serta peran panggung, berikut diantaranya:
Paraga Patuh (Penari utama)
- Dhiwya Pasthika
- Fayza Kalyca Nareswari
- Dhiah Anis Dwi Prastiwi
- Rr Syafia Najmi Larasati
- Nurma Mitzuhu Nurika
- Veronica Austine Hana KD
- Ayu Wina Tirta
- Syakirina Sheryl Mazzaya
- Silvia Exsa Fernanda
Paraga Dhudhuk
- Oda Lanta Sang Aluna
- Zallica Shirin Maritza
Paraga Bela (Penari Cadangan)
- Ardhana Wikanestri
- Savina Aurellia Paviyani
- Amarra Primananda
- Diyah Amalia
- Rr Nirwasita Pinesti Widawati
Pangirit Beksa
- Nyi MW Widyawinarbudaya
- Nyi MRy Wijayaningsih
- Nyi MRy Pramudita
- Nyi RRy Haskaraningrum
Penggarap Teknis
- Pamucal Beksa: Nyi MW Widyawahyubudaya, Nyi RRy Pujaningrum, dan Nyi MRy Pramudita
- Penata Gendhing Beksan: MRy Susilomadyo
- Penata Gendhing Uyon-Uyon: MRy Susilomadyo
- Pembaca Kandha: KMT Dwijosupadmo
- Keprak: RRy Rogomurti
- Penata Busana: Nyi MJ Silihsumekto
- Pimpinan Produksi: RB Pronomatoyo
Selamat menyaksikan!