Keraton Yogyakarta Gelar Jamasan Pusaka Wawu 1953

Setiap tahun di bulan Sura, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar Hajad Dalem Jamasan Pusaka yang dilaksanakan di dalam dan di luar keraton. Tujuan dari prosesi ini adalah membersihkan benda-benda pusaka milik Keraton Yogyakarta dengan air bunga dan jeruk nipis agar bersih dan terawat.

Jamasan Pusaka di dalam keraton yang bersifat tertutup tahun ini dilaksanakan pada Selasa (17/09) dan Rabu (18/09), sedangkan jamasan di luar keraton yang dapat disaksikan masyarakat umum dilaksanakan pada Selasa (17/09) pukul 09.00-11.00. Pusaka yang dibersihkan pada jamasan di luar keraton adalah Kagungan Dalem Rata (kereta). 

Menurut Mas Wedana Rata Diwiryo, pemimpin prosesi Jamasan Pusaka, prioritas hari pelaksanaan Jamasan Pusaka Rata adalah Selasa Kliwon. “Prioritas hari untuk melaksanakan jamasan adalah Selasa Kliwon di bulan Sura. Bila tidak ada, diganti dengan Jumat Kliwon. Namun bila ada keduanya, diprioritaskan yang Selasa Kliwon,” ujarnya. 


Kereta Utama, Kanjeng Nyai Jimat

Jamasan Rata dilaksanakan di halaman Museum Kereta Keraton Yogyakarta, jalan Rotowijayan, Yogyakarta. Terdapat dua kereta yang dijamas setiap tahun. Kereta utama yang selalu dijamas setiap tahun adalah Kanjeng Nyai Jimat, kereta tertua milik Keraton Yogyakarta. Rotodiwiryo menjelaskan “Kereta ini pernah digunakan pada penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono I hingga Sri Sultan Hamengku Buwono III.”

Pukul 10.30, beberapa saat setelah prosesi jamasan di dalam keraton dimulai, Utusan Dalem memberikan kabar bahwa Jamasan Rata dapat dimulai. Selanjutnya, Kanjeng Nyai Jimat dikeluarkan dari dalam museum dan dibawa ke halaman Selatan untuk dijamas


Kereta Pandherek, Pendamping Kereta Utama 

Selain kereta utama, terdapat satu kereta pandherek yang turut dijamas secara bergiliran setiap tahun. Berbeda dengan Kanjeng Nyai Jimat, lokasi yang digunakan untuk jamasan berada di halaman Timur museum. Kali ini, kereta pandherek yang dijamas adalah Kanjeng Kiai Jaladara yang dibuat pada era Sri Sultan Hamengku Buwono III. “Kereta ini pernah digunakan oleh Sri Sultan HB III melintasi bagian atas dinding beteng keraton untuk menyaksikan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar beteng keraton pada zaman itu,” ujar Rotodiwiryo. Kanjeng Kiai Jaladara digunakan hingga era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV. 

Lebih lanjut, Rotodiwiryo menjelaskan bahwa pemilihan kereta pandherek yang turut dijamas juga tidak sembarangan. “Kereta pandherek yang dipilih itu jika dipangkatkan, kedudukannya berada satu tingkat di bawah kereta utama, misalnya pernah menjadi Titihan Dalem (kendaraan Sultan) yang pernah bertakhta,” tambahnya. 

Keseluruhan prosesi Jamasan Rata berakhir pukul 11.00. Kedua kereta yang telah selesai dijamas kemudian dikembalikan ke dalam museum. Adapun kereta yang dijamas ini merupakan dua dari dua puluh tiga kereta yang berada di Museum Kereta Keraton Yogyakarta. 


Jamasan Pohon Beringin 

Upacara jamasan juga dilakukan pada dua pohon beringin pusaka yang berada di tengah Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Kiai Wijayadaru (juga disebut Kiai Janadaru) dan Kiai Dewadaru. Jamasan dilakukan dengan cara memangkas dahan-dahan agar pohon rapi dan tampak seperti payung.