Beksan Pandhawa Kurda

Sebetbyar wauta, hanenggih ingkang kawiyosaken punika, lelangen Beksa Pandhawa Kurda, yasanipun Kawedanan Kridha Mardawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Wondene wedaring kandha hamethik lampahan Pandhawa Kurda.

Syahdan, yang ditampilkan saat ini adalah Lelangen Beksan Pandhawa Kurda, ciptaan Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adapun kisahnya dinukil dari cerita Pandhawa Kurda.

1 01 Small

Pada Senin Pon, 4 Agustus 2025, Keraton Yogyakarta melalui Kawedanan Kridhamardawa kembali menggelar Uyon-Uyon Hadiluhung dan menampilkan Beksan Pandhawa Kurda. Tarian ini merupakan Yasan (prakarsa karya) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10.

Sesuai namanya, tari ini mengisahkan perjalanan para Pandawa ketika dibuang di hutan selama 12 tahun karena kalah bermain dadu akibat siasat Patih Sengkuni. Beksan ini ditarikan oleh lima orang penari laki-laki yang memerankan tokoh wayang popular, Pandawa Lima. 

3 03 Small

Latar Belakang Cerita

Pengasingan para Pandawa di hutan merupakan bagian penting epos Mahabharata. Kisah ini dimulai ketika para Pandawa bersaudara (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa) menjadi pewaris sah Kerajaan Hastinapura. Sepupu mereka Kurawa, yang dipimpin oleh Duryodhana, merasa iri terhadap kekuasaaan dan kehormatan para Pandawa.

Duryodhana, dengan bantuan pamannya Sengkuni, mengundang Yudhistira untuk bermain dadu. Karena aturan kesatria, Yudhistira tidak bisa menolak permintaan itu. Saat permainan dilaksanakan, Sengkuni memainkan siasat yang menyebabkan Yudhistira kalah terus-menerus hingga ia mempertaruhkan kerajaan dan saudara-saudaranya, bahkan Drupadi istri mereka. Akibat kekalahan itu, Pandawa harus menjalani pembuangan di hutan selama 12 tahun, ditambah 1 tahun menyamar tanpa diketahui oleh siapa pun.

10 10 Small

Setelah menghabiskan 12 tahun di hutan, Pandawa menjalani tahun ke-13 dengan menyamar di Kerajaan Wiratha. Yudhistira menjadi pendeta, Bima menjadi juru masak, Arjuna menjadi guru tari putri (Brinjalena/Wrihanala), dan Nakula serta Sadewa mengurus kuda dan ternak. Sementara, Drupadi menjadi dayang ratu.

Babak pembuangan Pandawa merupakan wiracarita besar di India. Kisah lima kesatria tersebut tercantum dalam Kitab Sabhaparwa (bagian kedua dari Mahabharata). Babak itu juga sangat popular di Indonesia, khususnya dalam versi wayang kulit di Jawa dan Bali.  Di Nusantara, cerita ini dituangkan ke dalam lakon Pandhawa Dhahu atau Pandawa Dibuang. 

Kisah tersebut kemudian disadur dan dikembangkan dalam kakawin dan serat Jawa seperti Serat Dewaruci dan Serat Damarwulan, juga dalam naskah pedalangan. Di Keraton Yogyakarta, cerita Mahabharata dikisahkan dalam Serat Purwakandha, yaitu kumpulan cerita wayang yang sering dipakai sebagai sumber pakem lakon Wayang Wong. Dasar cerita diambil dari berbagai acuan melalui pendekatan hermeneutik.

9 09 Small

Konsep dan Penyajian Tari

Beksan Pandhawa Kurdha memiliki kekhasan yang belum pernah ditemui pada karya tari lain. Salah satunya adalah konsep baru koreografi dengan lima penari yang disebut gangsalan atau panca matayan. Konsep ini mengandung aspek nonasimetris yang secara filosofis menggambarkan manusia sebagai makhluk yang tidak sempurna, tetapi dinamis dan demokratis.

Selain itu, kelima penari memiliki karakterisasi berbeda-beda sesuai dengan tokoh yang mereka perankan. Namun, karakter mereka berubah ketika tiba pada adegan menyamar. Perubahan karakter ini didukung perubahan ragam gerak. Tokoh Yudhistira, Arjuna, Nakula, dan Sadewa yang pada awalnya memiliki karakter impur alus berubah menjadi impur gagah. Sedangkan Bima yang berkarakter kambeng menjadi kinantang gagah. Bagian penyamaran dan perubahan karakter ini juga dijelaskan di Serat Kandha:

Wauta dyan Puntodewa arsa nyamudana minangka Begawan. Mangkana arsa ngrasuk busana Resi Tandhakangka. Waudya dyan Harjuna arsa memba pemucal beksa, asesilih Wrahatnolo, mangkona solahira. Wondene Nakula lan Sadewa, hameba warni dados Sratining kuda lan lembu. Mangkana arsa salin warni dados Grantika lan Tantripala. Lahing riku Raden Werkudara arsa hasantun lampah minangka jagal lan jagoning adon adon. Hamemba Jagal Abilawa. Mangkana pra kadang Pandhawa arsa hamiwiti lampah samudana, daya daya tumuju alun alun Wiratha tindakira enggal enggalan.

13 13 Small

Alkisah, Raden Puntadewa (Yudhistira) hendak menyamar sebagai seorang pendeta, segera berganti pakaian, dan mengubah nama menjadi Resi Tandhakangka. Raden Harjuna menyamar sebagai pelatih tari bernama Wrahatnala, demikian juga gerak-geriknya. Sedangkan Raden Nakula-Sadewa menyamar sebagai perawat kuda dan lembu, mereka mengubah penampilannya dan berganti nama Grantika dan Tantripala. Sementara Bima menyamar menjadi seorang jagal dan petarung, bernama Abilawa. Demikianlah, setelah mulai menyamar, mereka segera menuju Alun-Alun Kerajaan Wiratha.

Beksan Pandhawa Kurda juga mengadopsi tata laku bedhaya, di antaranya dengan adanya kapang-kapang maju, seleh sembahan, dan penggunaan tata rakit. Tata rakit lajur diisi dengan ragam-ragam gerak yang mengandung simbol kehidupan manusia cakra manggilingan yanag mengibaratkan kehidupan seperti roda manusia yang berputar. Pola gerak asimetris juga menyimbolkan baik buruk sifat manusia yang dapat dipilih kecondongannya. 

Ragam gerak tarian ini mengacu pada ragam tari klasik gaya Yogyakarta, di antaranya dewa dan impur dewa yang ditampilkan sewaktu adegan Sang Hyang Darma memberi petunjuk kepada para Pandawa. Selain itu, terdapat ragam atrap jamang, tawing ngundhuh sekar, usap trawis, ningseti udhet, ulap-ulap dan ukel tawing yang menyimbolkan kewaspadaan agar keberadaan para Pandawa tidak diketahui oleh siapa pun. 

14 14 Small

Tata Iringan Gendhing

Rangkaian gendhing yang digunakan untuk mengiringi Beksan Pandhawa Kudha berlaras Slendro Pathet Sanga. Dibuka dengan Lagon Wetah, gendhing dilanjutkan dengan Kawin Sekar Asmarandana Gagatan, Gendhing Lungit, Ada-Ada, Playon, Kalaganjur Dhawah Ayam Sepinang, Ladrang Gandasuli, Kalaganjur, Lagon Tlutur Jugag, Gendhing Kemanakan Pandhawa Kurda (kawiwiti Bawa Swara utawi Buka Celuk), Lancaran Pekapalan, Carabalen, Kalaganjur, Playon, Gangsaran, Ladrang Janti, kemudian ditutup dengan Lagon Jugag. 

Iringan tersebut mengacu pada gendhing klasik gaya Yogyakarta yang diperkaya sedemikian rupa agar sesuai dengan karakter dan adegan tari. Pembaruan juga dilakukan pada vokal agar sesuai untuk mengiringi bagian depan hingga tengah yang bernuansa muram karena menggambarkan dibuangnya Pandawa. Gendhing Lancaran Pekapalan juga diperbarui. Pekapalan berasal dari kata kapal yang dalam bahasa Jawa berarti kuda. Gendhing ini mengiringi Nakula dan Sadewa yang seakan-akan menaiki kuda saat menyamar menjadi srati. 

Dinamika gendhing menyesuaikan dinamika tarian. Tari dibuka dengan gendhing yang bernuansa pilu, yaitu Gendhing Lungit dan Gendhing Kemanakan. Ketika adegan semakin sigrak (greget), iringan yang dimainkan adalah Gendhing Lancaran. Pada bagian klimaks Gendhing Carabalen dimainkan untuk mengiringi adegan perangan, dilanjutkan Gendhing Ganjur dan Gangsaran. Penurunan intensitas ditandai dengan dimainkannya Gendhing Ladrang yang menunjukkan penyelesaian segala konflik yang ada.

11 11 Small

Tata Busana

Pada pergelaran Uyon-Uyon Hadiluhung kali ini, para penari Beksan Pandhawa Kurda mengenakan busana gladhen (busana latihan) yaitu nyamping corak Kawung Seling Klithik, celana panji hitam, sondher pethak, udheng cemeng kemada abrit, lonthong/sabuk abrit, dan kamus untu walang. Busana hitam dan putih menyiratkan bahwa pada saat itu Pandawa hanya mengenakan kain yang melekat pada badan saat menghadapi cobaan hidup.

Ketabahan dan kesabaran Pandawa Lima tercermin kuat dalam tarian Beksan Pandhawa Kurda. Setiap gerak dan ekspresi menggambarkan perjuangan batin mereka dalam menahan amarah dan menjaga kehormatan sembari tetap berpijak pada dharma meski diliputi penderitaan. Tarian ini tidak hanya mengajarkan tentang kemenangan atas musuh, tetapi kemenangan atas diri sendiri, yaitu pengendalian ego dan kesetiaan pada nilai-nilai kebenaran. Beksan Pandhawa Kurda menunjukkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada balas dendam, melainkan pada keteguhan hati dan keluhuran budi dalam menghadapi ujian hidup. 


Daftar Wawancara  

Wawancara dengan KRT Condrowaseso (Pemucal Beksa) pada 25 Juli 2025

Wawancara dengan MRy Dirjomanggolo (Penata Busana) pada 25 Juli 2025

Wawancara dengan MB Srikawuryan (Penata Gendhing) pada 25 Juli 2025