Membusanai Pusaka Dalem dan Prosesi Bethak, Tradisi Sewindu Sekali di Keraton Yogyakarta
- 10-09-2025

Pada tahun ini sesuai dengan kalender Jawa Sultanagungan menjadi tahun yang istimewa, karena bertepatan dengan Tahun Jawa Dal 1959. Perayaan Sekaten dan Garebeg Mulud tetap berlangsung seperti biasanya, namun terdapat rangkaian acara yang hanya digelar pada Tahun Jawa Dal saja, seperti Busanane Pusaka Dalem, Bethak, Jejak Banon, serta Pisowanan Garebeg Mulud.
Membusanai Pusaka Dalem
Sehari menjelang Garebeg Mulud Tahun Dal 1959, Keraton Yogyakarta melaksanakan prosesi Busanané Pusaka Dalem. Prosesi ini dilaksanakan pada hari Kamis (04/09) pukul 09.00-10.50 WIB. Dipimpin langsung oleh putri Sulung Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 GKR Mangkubumi (berbusana kebaya berwarna tosca tua, nyamping (kain jarik) bermotif Babon Angrem, dan mengenakan hiasan sanggul berupa ceplok jentir berwarna merah), turut hadir pula dalam kesempatan ini Putri-putri Dalem, Mantu Dalem, serta Wayah Dalem. GKR Condrokirono mengenakan kebaya biru elektrik, nyamping Babon Angrem dan ceplok jentir berwarna oranye, GKR Maduretno berkebaya hijau muda dengan nyamping Babon Angrem dan ceplok jentir berwarna merah, GKR Hayu memakai kebaya warna peach nyamping Babon Angrem dan ceplok jentir berwarna hijau, serta GKR Bendara dengan kebaya biru elektrik, nyamping Babon Angrem dan ceplok jentir berwarna oranye.
Mantu Dalem yang hadir diantaranya KPH Wironegoro mengenakan kain lurik hijau tua dan blangkon hijau, KPH Purbodiningrat dengan lurik cokelat dilengkapi blangkon cokelat, KPH Notonegoro menggunakan atasan polos kuning dengan blangkon biru donker, serta KPH Yudanegara memakai lurik dan blangkon nuansa biru muda. Hadir pula Wayah Dalem yakni RAj Artie Ayya Fatimasari (kebaya hijau daun, bersanggul dengan hiasan tlesepan emas sisi kanan), dan adiknya RM Drasthya Wironegoro mengenakan peranakan biru dan blangkon biru muda.
Busanane Pusaka Dalem merupakan prosesi untuk memasangkan atau menjadikan satu pusaka (relikui) yang disimpan secara terpisah dalam ruangan penyimpanan, agar dapat dikeluarkan (miyos) keesokan harinya pada saat Pisowanan Garebeg. Pusaka utama dijadikan satu dengan pusaka pendampingnya (pendherek). Sebagai contoh dalam prosesi ini terdapat satu klebet/bendera yang dijadikan satu dengan tombak/tongkatnya (bendera dipasangkan pada tongkatnya), kemudian disimpan semalam (disarekaké) di Gedhong Prabayeksa.
Prosesi ini sebagai persiapan menjelang Garebeg Mulud dan Pisowanan Garebeg. “Ya benar, prosesi ini terjadi delapan tahun sekali (sewindu), saat Tahun Dal dan Sasi Mulud sebagai persiapan menjelang Garebeg Mulud dan Pisowanan Garebeg. Kemudian keesokan hari saat Pisowanan Garebeg, Pusaka-pusaka Dalem ini miyos (keluar) di Bangsal Kencana. Selain itu Pusaka Dalem yang akan digunakan untuk Bèthak nanti malam juga turut disiapkan dalam prosesi ini,” ungkap GKR Condrokirono.
Sebanyak kurang lebih sembilan belas relikui Pusaka Dalem dikeluarkan dari beberapa lokasi penyimpanan, lalu ditempatkan pada meja panjang merah yang disiapkan di Tratag Gedhong Prabayeksa. Prosesi ini juga turut dihadiri oleh kurang lebih tiga puluh Abdi Dalem yang menerima tugas, terutama dari Kanca Pusaka. Oleh Abdi Dalem, masing-masing pusaka kemudian dibuka dan dikeluarkan dari singep (kain penutup), dan ditempatkan kembali di atas meja.
Setelah beberapa Pusaka Dalem dijadikan satu kesatuan, kemudian diboyong masuk ke dalam Gedhong Prabayeksa untuk disarekake (diinapkan) semalam. Demikian pusaka lain dipasangkan lalu dibawa ke dalam Gedhong Prabayeksa secara bergantian. Setelah Pusaka Dalem ditempatkan pada ploncon (tatakan) atau meja yang ada di dalam Gedhong Prabayeksa, kemudian GKR Mangkubumi didampingi Putri Dalem lain memasangkan roncen bunga ke semua Pusaka Dalem yang telah dikeluarkan (miyos). Roncen bunga yang digunakan terdiri dua macam, yakni roncen melati dan kantil dan roncen melati, kenanga, serta kantil.
Bethak
Setelah paginya dilaksanakan prosesi Busanane Pusaka Dalem, malam hari atau pada malam Garebeg Mulud juga digelar pula prosesi Bèthak. Prosesi ini dilaksanakan di Bangsal Sekar Kedhaton yang berada di kompleks Keputren, Kamis (04/09) malam. Prosesi ini diawali oleh Ngarsa Dalem dengan menyerahkan periuk Kanjeng Nyai Mrica, lumpang, dan alu kepada Prameswari Dalem GKR Hemas selepas Isya (pukul 19.30 WIB). Sebelumnya, GKR Mangkubumi mengambil Kanjeng Nyai Mrica, lumpang, dan alu yang telah dipersiapkan paginya di Gedhong Prabayeksa.
GKR Mangkubumi kemudian juga turut mengeluarkan Kanjeng Kiai Blawong (sebanyak empat buah) bersama dengan Putri Dalem yang lain dari dalam Gedhong Prabayeksa. Tepat pada pukul 20.00 WIB, GKR Hemas kemudian memimpin jalannya prosesi, menanak nasi (mbethak dalam istilah Jawa) dengan menggunakan kendhil Kanjeng Nyai Mrica bersama dengan GKR Condrokirono, GKR Maduretno, dan GKR Hayu. Sentana Dalem Putri (kerabat perempuan dari sultan) lainnya juga yang turut hadir dalam prosesi ini antara lain GBRAy Riya Kusuma (kakak kandung Sri Sultan HB Ka 10), GBRAy Nuraida Joyokusumo, juga kurang lebih dua puluhan Sentana Dalem Putri dari sultan-sultan yang bertakhta sebelumnya.
Selain menggunakan Kanjeng Nyai Mrica, sebanyak sepuluh kilogram beras ditanak oleh GKR Hemas bersama Sentana Dalem Putri lain menggunakan 2 periuk putran (replika) dari Kanjeng Nyai Mrica dengan ukuran yang lebih besar. GKR Condrokirono menjelaskan, “Dalam upacara Bethak kali ini, nasi yang ditanak kemudian didinginkan lalu dibentuk bulat menjadi sekul golong (nasi golong). Malam ini kami membuat 1200 butir sekul golong.”
Kemudian keesokan paginya (05/09), pukul 08.00 WIB, GKR Mangkubumi melanjutkan kembali prosesi Bethak di Bangsal Sekar Kedhaton, guna menanak nasi untuk Ngarsa Dalem yang nantinya digunakan dalam prosesi Pisowanan Garebeg. Peranti yang digunakan dalam Bethak kedua ini pun sama, yakni nasi ditanak dengan menggunakan Kanjeng Nyai Mrica. Keseluruhan dari sekul golong yang telah dipersiapkan malam hari tersebut nantinya akan dibagikan pada saat Pisowanan Garebeg.