Gusti Kanjeng Ratu Hayu, Menjaga Tradisi dengan Teknologi

GKR Hayu dalam Beksan Bedaya Tirtahayuningrat di Kagungan Dalem Bangsal Kencana

Putri keempat Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan GKR Hemas ini sejak kecil akrab dengan teknologi. Sosok yang tegas dan sederhana ini kerap dijuluki sebagai putri keraton era milenial. Tugasnya sebagai Penghageng di Tepas Tandha Yekti, Keraton Yogyakarta mempunyai misi untuk menjaga kekayaan tradisi melalui pemanfaatan teknologi. Sesaat sebelum menikah dengan Angger Pribadi Wibowo (kelak Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro) pada tahun 2013, nama Gusti Kanjeng Ratu Hayu (GKR Hayu) resmi disematkan kepadanya.

Hobi Games yang menghiasi Masa Kanak-Kanak

GKR Hayu kecil senang bermain puzzle, Lego, video games, dan permainan merakit. Hingga saat ini pun, bermain games masih menjadi salah satu hobi yang digemarinya. Dalam beberapa kesempatan, Gusti Hayu memuji ayahandanya yang tidak pernah membatasi jenis permainan yang hanya boleh dilakukan oleh anak perempuan. Bahkan Sri Sultan sangat mendukung Jeng Abra (nama panggilan GKR Hayu kecil) untuk belajar komputer.

Setelah menamatkan pendidikan dasar di Yogyakarta, Jeng Abra menimba ilmu di Brisbane Adventist College, Australia. Sempat mengenyam pendidikan selama satu tahun di SMA Negeri 3 Yogyakarta, beliau akhirnya melanjutkan sekolah menengah di International School of Singapore. Sejak kecil hingga remaja, selain bermain komputer ia lebih suka mengikuti perlombaan terbuka yang tidak dinilai oleh juri. Beliau tidak ingin mendapatkan perlakuan istimewa karena sikap orang cenderung berubah apabila mengetahui bahwa dirinya adalah putri Sultan Yogyakarta. Alhasil, kegiatan berkuda dan sepatu roda menjadi pilihannya. Yang terakhir bahkan pernah mengantarkannya menjadi juara dalam Kejuaraan Nasional Sepatu Roda tahun 1992 untuk kategori speed skating.

Dari Singapura pilihan menempuh studi berikutnya jatuh ke Amerika Serikat. GKR Hayu remaja sempat menjalani studi S1 di jurusan Computer Science, Stevens Institute of Technology, New Jersey, AS. Karena merasa tidak begitu menguasai bidang pemrograman, beliau akhirnya pindah ke ke jurusan Information System Management di Bournemouth University, Inggris. “Saya mencari jalan yang lain, karena satu industri banyak sisi, saya ambil project management dan designnya. Semua (yang mengurusi) development life cycle dari sisi designtesting, segala macam, kecuali programming-nya”, demikian ungkap beliau yang dikemudian hari terjun langsung dalam industri teknologi informasi.

Pada tahun 2007, Jeng Abra sempat magang di Microsoft Indonesia sebagai syarat menamatkan studi sarjana. Setelah lulus setahun kemudian, bekerja di sebuah perusahaan perangkat lunak pengembang aplikasi perbankan sebagai Project Manager. Selain itu, beliau juga tercatat pernah bekerja di salah satu perusahaan pembuat games di Indonesia. Suka duka dalam dunia pekerjaan pernah ia rasakan. Termasuk harus mengikuti kemauan client yang tidak mudah, berjibaku dengan tenggat waktu, hingga perlakuan yang kadang tidak memihak kepada perempuan yang masuk dalam industri teknologi yang masih sangat didominasi oleh laki-laki.

Menjalani Peran Sebagai Kanjeng Ratu Sekaligus juga Ibu

Kelima putri Sri Sultan Hamengku Buwono X menjalani kuliah di luar negeri. Walaupun demikian, Sri Sultan menyampaikan pesan agar kelak semuanya kembali untuk membantu Ngarso Dalem membangun Yogyakarta. Pada tahun 2012 GKR Hayu didapuk sebagai pemimpin divisi IT dan dokumentasi di keraton yang berjuluk Tepas Tandha Yekti. Divisi ini bertugas mendokumentasikan seluruh kekayaan budaya keraton agar terus lestari, dapat dinikmati dan dipelajari melalui jalur-jalur yang lebih bisa diterima oleh generasi muda. Tugas pertama dari divisi ini adalah menyiarkan secara langsung prosesi Dhaup Ageng GKR Hayu dengan KPH Notonegoro pada Oktober, tahun 2013. Informasi terkait upacara pernikahan agung tersebut tersaji apik melalui website dan media sosial yang dapat diakses dari seluruh penjuru dunia.

Setelah menikah, GKR Hayu tinggal di New York bersama suami yang bekerja di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa selama dua tahun. Gusti Hayu, sapaan akrab beliau, juga sekaligus menempuh pendidikan Master of Business Administration di Fordham University, New York dengan beasiswa LPDP angkatan pertama dari Pemerintah Republik Indonesia. Beliau lulus dengan double concentration dalam Leadership & Change Management dan IT Policy.

Jauhnya jarak tidak menghalangi GKR Hayu untuk memimpin Tepas Tandha Yekti. Secara bertahap, akun-akun resmi media sosial keraton mulai diluncurkan pada tahun 2015. Koordinasi dengan tim selama masa persiapan dilakukan secara jarak jauh. Hingga pada tahun 2016, laman resmi kratonjogja.id diluncurkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan pidato yang menegaskan, bahwa “Modernisasi belum tentu Westernisasi”.

Pola-pola kerja virtual yang memanfaatkan teknologi kembali dijalani GKR Hayu pada saat KPH Notonegoro mendapat tugas dinas di Kantor UNDP yang berada di Samoa pada tahun 2016 hingga 2018. Kondisinya yang berada di tengah Kepulauan Pasifik tidak memungkinkan GKR Hayu selalu berada di Yogyakarta. Namun demikian, amanat atas gelar Gusti Kanjeng Ratu yang disematkan di depan nama beliau tidak menghalanginya untuk memimpin Tepas Tandha Yekti menyusun database Abdi Dalem, sistim keuangan keraton berbasis IT, hingga sistim inventarisasi kekayaan budaya.

Mulai awal tahun 2019 GKR Hayu dan KPH Notonegoro fokus bekerja untuk keraton di Yogyakarta. Sang suami kemudian menjadi Penghageng di Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhomardowo yang mengurusi bidang seni pertunjukan. Berdua saling mendukung cita-cita bersama untuk mewujudkan museum online tentang kebudayaan Keraton Yogyakarta. Pada tahun yang sama, berdua mendapatkan karunia seorang putra bernama Raden Mas Manteyyo Kuncoro Suryonegoro. GKR Hayu melahirkan putranya pada Bulan Agustus 2019, yang menjadikan perannya bertambah sebagai penghageng keraton, pembina berbagai organisasi sosial, sekaligus juga ibu.

Harapan terhadap Keraton Yogyakarta, “Ancient Traditions Going High Tech

Putri Keraton yang berprinsip ‘Keep it Simple’ ini berusaha menjaga tradisi demi kemajuan Keraton Yogyakarta. Ia bersama dengan Abdi Dalem dan tenaga lepas profesional berjumlah kurang lebih 20 orang yang berada dalam Tepas Tandha Yekti terus berusaha membagikan informasi tentang keraton agar dapat dengan mudah diterima oleh publik. Melalui lembaga ini GKR Hayu membuka pintu-pintu informasi tentang keraton yang sebelumnya dianggap berjarak, kuno, dan mistis. Teknologi menjadi sarana untuk menjaga kesakralan budaya namun tetap dapat mengikuti perkembangan jaman. Demi kelancaran dan kekhidmatan acara, banyak hal di keraton yang saat ini tidak dapat diliput secara langsung oleh media. Walaupun demikian, banyak kegiatan dari dalam keraton yang justru dapat disaksikan publik dari berbagai lokasi melalui media livestreaming.

Ke depan, GKR Hayu ingin lebih mendekatkan apa yang ada di keraton kepada masyarakat. Misalnya belajar menari, menulis jawa, dan lainnya dengan media teknologi seperti online tutorial. GKR Hayu berharap semoga budaya jawa hidup dengan versi modern tanpa meninggalkan filosofi aslinya. GKR Hayu juga bercita-cita dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk membuat sistem terintegrasi bagi setiap divisi di dalam Keraton Yogyakarta. Visi terbesar GKR Hayu adalah agar kelak Sri Sultan dapat melakukan kontrol melalui sistem terintegrasi dengan data mutakhir hanya dengan menggunakan smartphone. “Perlahan tetapi pasti, Keraton Yogyakarta (tengah melakukan) transisi ke arah sana” pungkas GKR Hayu.