Beksan Jayengrana

Serat Kandha

Sebet byar wauta Abdi Dalem Priyayi Konca Lurah Punakawan, ingkang kakersakaken saos beksa, wonteing Ngarsa Dalem, dhasar sami sigit ingkang warni, karengga dening busana, sareng majeng ing Ngarsa Dalem, ana teka lengkeh – lengkeh semonira. 

Menggep Raden Jayengrana akampuh gadhing rinukmi, bagus tur ladak sembada, ngrenggani sasmiteng lungid. Putus aksara sandi, brengos lemet wulu patut, dadya kondhang wanodya. Lir Narayana mantesi, yen lumampah kadya menjangan ketawang.

Beksan Jayengrana 29112022 03

Terjemahan

Syahdan, inilah Abdi Dalem Lurah Punakawan, yang dikehendaki untuk menampilkan sebuah tarian di hadapan raja. Datang tampak lesu wajahnya.

Terlihat patut Raden Jayengrana memakai kampuh gading emas. Memang tampan, percaya diri, dan serba berkecukupan, mengetahui pertanda gaib. Menguasai aksara dan sandi. Berkumis tipis, menjadi terkenal di kalangan wanita. Seperti Sang Narayana, jika berjalan seperti kijang.

Kisah Beksan Jayengrana 

Kisah Panji kembali mewarnai linimasa pertunjukan budaya Keraton Yogyakarta jelang akhir tahun. Beksan Jayengrana mengangkat wiracarita tersebut dalam pertunjukan perdana pada gelaran Uyon-Uyon Hadiluhung 28 November 2022. Beksan kakung (tari putra) keenam ini merupakan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10.  Nama Jayengrana berasal dari “jaya ing rananggana” yang berarti “unggul dalam peperangan”. 

Intisari cerita Beksan Jayengrana diambil dari adegan pertempuran antara Raden Jayengrana dan Prabu Pancakusuma dalam naskah Wayang Gedhog, manuskrip Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Lawung Ringgit”. Manuskrip tersebut ditulis pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), kemudian disimpan sebagai koleksi British Library bernomor MSS Jav 4 dan berangka tahun 1782. Naskah yang memuat berbagai rangkaian kisah Panji ini disalin kembali pada tahun 1804.  

Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855), karya sastra tersebut diperinci kembali dalam naskah yang berjudul Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan” (koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya bernomor W 8/B 26, berangka tahun 1847). 

Raden Jayengrana merupakan seorang penasihat di Kerajaan Kediri. Sementara itu, Prabu Pancakusuma merupakan seorang raja dari Ngrancang Kencana. Perselisihan berpangkal dari pertemuan keduanya saat melakukan perjalanan untuk memperluas wilayah masing-masing. Seperti pada beksan sekawanan lainnya, di bagian akhir cerita, pertempuran tersebut tidak dimenangkan oleh siapa pun (pur). Kisah Beksan Jayengrana dimuat dalam Serat Kandha sebagai berikut.

Sebet byar wauta, Raden Jayengrana ingkang majeng dhateng suramadyalaga, kapethuk lan Wong Agung Ngrancang Kencana, Prabu Poncakusuma, sareng sampun sumekta sumedayanira, tindakira aplajengan. Marseng rana Sang Prabu Poncakusuma, kadya merak kasimpar. Kasosreng buwana, sekti amondraguna, bagus ladak ngrespateni, yen tinon kadya, dhesthajumena jurit. 

Wauta Raden Jayengrana, ingkang sami mencaraken kawiraganira, lan Wong Agung Ngrancang Kencana, lah ing ngriku nulya sami ngasta agemira waos. 

Tersebutlah Raden Jayengrana yang turun di medan pertempuran, bertemu dengan Wong Agung Ngrancang Kencana Sang Prabu Pancakusuma. Setelah semuanya siap lalu bergegas pergi. Maju di medan laga Sang Prabu Pancakusuma, seperti burung merak yang menjuntai ekornya. Ia terkenal di dunia. Sakti mandraguna, tampan, percaya diri nan menarik hati. Jika dilihat seperti sang Dhesthajumena. 

Demikianlah Sang Raden Jayengrana, yang saling mengerahkan kekuatannya dengan Wong Agung Ngrancang Kencana. Disitulah mereka lalu membawa senjatanya berupa tombak. 

Beksan Jayengrana 29112022 01

Penyajian Tari

Beksan Jayengrana merupakan jenis beksan sekawanan, bentuk penyajian tari yang pada dasarnya dibawakan oleh empat orang laki-laki. Dua orang penari berperan sebagai Raden Jayengrana dan dua orang lainnya berperan sebagai Prabu Pancakusuma. Ragam gerak kalang kinantang alus menjadi dasar dan ciri khas tarian ini, selain itu terdapat adegan permainan tombak yang dibawakan secara lihai. Secara umum kedua tokoh berkarakter mbranyak (angkuh), sehingga Beksan Jayengrana juga diperkaya dengan ragam gerak kalang kinantang yang gagah. 

Karakter kalang kinantang ditampilkan dengan gerakan njujuk, encot, dan miwir sondher. Ada pula gerakan enjeran alusan, nggrudha, lampah sekar, ulap-ulap, kipat asta, serta pudhak mekar. Selain itu, terdapat aneka gerak olah tombak di antaranya, nggrudha ngasta waos, ngasta waos ongkek, lampah sekar ngasta waos, ulap-ulap ngasta waos, dan kipat asta waos. Adegan peperangan terbagi dalam dua bentuk, yaitu perang alon dengan gerakan sorogan perpindahan penari dan adu tombak, serta perang nyata dengan gerakan nyuduk, nggebuk, nangkis, nyukil, ngguwang, nyepeng, nahan, adu oyot, dan adu curiga. 

Komposisi Iringan

Rangkaian iringan gendhing yang mengiringi Beksan Jayengrana dalam Uyon-Uyon Hadiluhung (28 November 2022) sebagian besar berlaras Pelog Pathet Nem, antara lain Lagon Lasem Jugag, Lagon Ngelik, Ladrang Lungkeh, Kawin Sekar Sinom Ginonjing, Ketawang Jayengrana, Kawin Sekar Durma, Enjeran, Ketawang Jayengrana, Ketawang Garap Umpak Lamba Bedhugan, Perang Ganjur, Ladrang Lungkeh, lalu ditutup dengan Lagon Penunggul. 

Beksan ini menggunakan iringan Lagon Ngelik yang jarang diperdengarkan. Bagian enjeran diiringi Ketawang Jayengrana, gendhing baru yang dibuat khusus sebagai iringan. Alih-alih menceritakan kisah kedua tokohnya, syair Ketawang Jayengrana justru berisi detail gerakan yang dibawakan oleh penari. 

Gendhing Ketawang Garap Umpak Lamba Bedhugan yang juga jarang digunakan dalam tari gaya Yogyakarta tampil dalam tarian ini untuk mengiringi gerak-gerak tertentu. 

Penggunaan Busana

Busana yang dikenakan para penari Beksan Jayengrana dalam Uyon-Uyon Hadiluhung (28 November 2022) meliputi udheng/iket, nyamping parang seling, dhuwung (keris) branggah, sondher gendhalagiri, celana panji polos, dan dilengkapi tombak.

Melalui pergelaran Beksan Jayengrana, penonton dapat belajar tentang ragam gerak kalang kinantang (njujuk, encot, maupun miwir sondher). Ragam gerak tersebut tergolong halus, tetapi patah-patah sehingga memberi impresi gagah. Penonton juga bisa mengetahui penggunaan tombak untuk mendukung jurus-jurus perang melalui gerak tari.

Daftar Pustaka

Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Lawung Ringgit” (MSS Jav 4). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Koleksi British Library

Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan” (W 8/B 26). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono V. Koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya

MW Susilomadyo. 2022. Naskah Iringan Yasan Dalem Beksan Jayengrana Ayahan  Selasa Wagen 28 November 2022. Yogyakarta: Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat


Daftar Wawancara

Wawancara dengan RW Sasmintoprobo pada 02 November 2022

Wawancara dengan RW Rogomurti pada 14 November 2022

Wawancara dengan MB Yestriyonoreksomatoyo pada 14 November 2022

Wawancara dengan MW Susilomadyo pada 16 November 2022