Beksan Wirayuda

Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo, kembali memprakarsai tari putra (beksan kakung), yaitu Beksan Wirayuda. 

Tarian ini perdana dipertunjukan dalam Uyon-Uyon Hadiluhung pada 22 Januari 2024 untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran Sri Sultan). Beksan Wirayuda menghadirkan kisah perseteruan antara Burisrawa dan Antareja dalam konsep garap beksan sekawanan. Nama ‘Wirayuda’ diambil dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti ‘gagah berani dalam peperangan’.

Beksan Wirayuda 001

Kisah Beksan Wirayuda

Terinspirasi lakon popular “Sumbadra Larung”, tarian ini mengisahkan tokoh Burisrawa, seorang pangeran dari Cindhekembang yang telah memperoleh karunia kesaktian dari Batari Durga. Burisrawa menaruh rasa cinta mendalam untuk Dewi Sumbadra, istri Janaka atau Raden Arjuna. Kesetiaan Sumbadra pada Janaka membuahkan kematian Sumbadra di tangan Burisrawa. Usai kejadian tersebut, Sumbadra kemudian dilarung ke sungai. Prabu Kresna yang merupakan kakak Sumbadra meminta Gathotkaca untuk mencari pembunuh Sumbadra. 

Sementara itu, Antareja, pangeran dari Jangkarbumi, sedang menempuh perjalanan menuju Kerajaan Amarta. Antareja memiliki kesaktian dapat menghidupkan yang sudah mati dan memiliki pusaka pemberian dari sang kakek, yakni kalpika gam ar jagat. Antareja menggunakan kesaktiannya untuk menghidupkan Sumbadra kembali. Gathotkaca melihat Antareja berada di dekat Sumbadra dan mengira Antareja-lah yang membunuh putri tersebut. Melihat hal tersebut, Sumbadra menjelaskan bahwa kematiannya diakibatkan oleh Burisrawa. Tak disangka, Burisrawa menyusul untuk mencari Sumbrada. Terjadilah pertarungan antara Burisrawa dan Antareja yang kemudian dimenangkan oleh Antareja. 

Dasar cerita beksan kakung ini disadur dari adegan pertempuran Burisrawa dan Antareja yang termuat dalam naskah manuskrip Wayang Wong berjudul “Serat Kandha Ringgit Tiyang: Lampahan Sumbadra Larung, Jilid I” yang ditulis pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939), koleksi Kagungan Dalem Kapustakan Widyabudaya bernomor W G1 dan berangka tahun 1928. Naskah tersebut sudah diperbaiki, disempurnakan kembali, dan dimasukkan dalam “Serat Kandha Ringgit Tiyang: Lampahan Sumbadra Larung, Jilid I”, koleksi Kagungan Dalem Kapustakan Widyabudaya bernomor W G3 dan berangka tahun 1941.

Beksan Wirayuda 002

Konsep dan Penyajian Tari

Beksan Wirayuda menggunakan format beksan sekawanan, yaitu tari yang ditampilkan oleh empat orang penari putra. Dalam tari ini, dua orang penari masing-masing memerankan tokoh Burisrawa dan Antareja. Sementara, dua orang lainnya memerankan bayangan dua tokoh utama. Koreografinya merupakan intrepretasi baru tanpa meninggalkan dasar tari klasik gaya Yogyakarta. Penyajiannya mengacu pada kaidah beksan kakung yang lebih dulu ada, seperti Guntur Segara dan Tugu Wasesa. Komposisinya terbagi menjadi majeng gendhing, enjeran, perangan, lalu ditutup dengan mundur gendhing.

Karakterisasi Tokoh

Kedua tokoh memiliki karakterisasi yang bertolak belakang. Burisrawa berwatak brangasan, lincah, kasar, nggrece, dan ndagel (gecul). Sebaliknya Antareja bersifat tenang. Karakter masing-masing tokoh memengaruhi ragam gerak yang ditampilkan. Burisrawa menggunakan ragam gerak bapang yang  tegas dan melambangkan kegagahan; tangan merentang ke kanan dan ke kiri dan salah satu kaki diangkat. Ragam gerak bapang tersebut divisualisasikan lewat gerakan bapang megol, kodok mongkrong, cindhil ngungak tumpeng, megol, dan nyrunthul. Sementara, Antareja menggunakan ragam gerak kambeng, yaitu ragam gerak yang digunakan untuk menggambarkan watak gagah, sederhana, tidak banyak tingkah, dan penuh percaya diri. Beberapa gerakannya antara lain tayungan, nyandak, ombak banyu lamba, laku telu, dan variasi pedang. Ragam gerak kedua tokoh tersebut tidak terpaku pada gerakan yang sudah ada sebelumnya.

Beksan ini tetap menggunakan struktur yang sama dengan dasar beksan sekawanan, tetapi pola lantainya dikembangkan. Tidak hanya bertukar tempat, para penari berputar dan menempati berbagai sudut bangsal atau ruang pertunjukan sehingga penonton dapat melihat mereka dari segala arah. 

Beksan Wirayuda 003

Iringan Gendhing

Gendhing yang mengiringi Beksan Wirayuda berlaras Slendro Manyura, yakni Lagon Wetah, Kawin Sekar Pangkur Dhudhakasmaran, Ganjur, Bubaran Wirayuda, Kawin Sekar Durma Dhendharangsang, Ladrang Wani, Kawin Sekar Salisir, Ganjur Ayam Sepinang, Lancaran Birawa Bentar, Carabalen, Wangsul Ganjur, Plajaran Wetah, Plajaran Galong, Ladrang Wani, dan Lagon Jugag. 

Iringan tersebut memiliki bebarapa ciri khas. Pertama, Gendhing Bubaran Wirayuda Slendro Manyura dan garap Imbal Demung diciptakan khusus untuk Beksan Wirayuda. Yang kedua, Kawin Sekar Salisir Slendro Manyura diciptakan untuk mengiringi gerakan penari capeng. Ketiga, Lancaran Birawa Bentar Slendro Manyura diciptakan untuk mengisi suasana agung dan riang. 

Tata Busana

Para penari Beksan Wirayuda yang tampil pada Uyon-Uyon Hadiluhung 22 Januari 2024 menggunakan busana gladhen (busana latihan). Antareja mengenakan jarik motif larasati, lonthong cemeng, kamus bordir untuwalang, blangkon cemeng sidangan abrit, sondher cindhe, dan senjata gada. Sementara itu, Burisrawa menggunakan jarik motif kawung sari seling, lonthong abrit, kamus bordir untuwalang, blangkon abrit sidangan pethak, sondher gendhala giri cemeng, dan senjata pedang.

Beksan Wirayuda merupakan salah satu dari berbagai beksan kakung yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Beksan yang terinspirasi dari Serat Mahabarata ini berbeda dari yang sudah ada, karena menampilkan tokoh Burisrawa yang belum pernah dihadirkan dalam beksan sekawanan lainnya. Melalui tari ini, Keraton Yogyakarta terus berupaya memunculkan terobosan baru dan sentuhan khas pada setiap karya yang ditampilkan.


Daftar Pustaka

Serat Kandha Ringgit Tiyang : Lampahan Sumbadra Larung, Jilid I (W G1). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya

Serat Kandha Ringgit Tiyang : Lampahan Sumbadra Larung, Jilid I (W G3). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya

MW Susilomadyo. 2024. Naskah Iringan Yasan Dalem Beksan Wirayuda Laras Slendro Pathet Manyura kangge Ayahan Selasa Wagen 22 Januari 2024. Yogyakarta : Kawedanan Kridhomardowo Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Daftar Wawancara

Wawancara dengan KMT Suryawasesa (pamucal beksa) pada 9 Januari 2024

Wawancara dengan MRiyo Susilomadyo (panata gendhing) pada 15 Januari 2024

Wawancara dengan ML Nalaprasetya (panata busana) pada 14 Januari 2024