Beksan Wira Taruna
- 26-05-2025

Beksan Wira Taruna merupakan Yasan Dalem (prakarsa karya) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Tari ini diperagakan oleh sepuluh penari laki-laki; lima penari berkarakter gagah dan lima orang lainnya berkarakter halus. Nama tari ini berasal dari kata wira yang berarti prajurit dan taruna yang berarti pemuda.
Beksan Wira Taruna diciptakan berdasarkan naskah Cariyos Babad ing Negari Demak dan naskah T.59 koleksi Perpustakaan Widya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berjudul Lelangen Beksa Wirotamtomo. Pada tahun 1963, Babadan Hamong Beksa pertama kali mementaskan tarian ini dengan penari tokoh Jaka Tingkir adalah BRM Dananjaya, putra Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Saat itu, BRM Dananjaya mengenakan properti senjata teken/tongkat komando seperti dalam kapten prajurit. Pementasan Beksan Wirotamtomo yang kedua adalah pada tahun 1984, yang direkonstruksi oleh Sumaryono (mahasiswa ISI Yogyakarta saat itu).
Senin Pon 26 Mei 2025, Beksan Wira Taruna ditampilkan perdana dalam Uyon-Uyon Hadiluhung, dalam rangka peringatan Wiyosan Dalem (hari kelahiran Sri Sultan). Tarian tersebut menjadi bentuk interpretasi baru atas naskah T.59.
Tari Wira Taruna mengisahkan pertarungan antara Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk yang memperebutkan jabatan lurah prajurit tamtama, seperti yang diuraikan dalam kandha berikut.
Sabetyar wauta, hanenggih ingkang kawiyosaken punika Lelangen Beksan Wira Taruna,
Hamethik cariyos serat babad ing Negari Demak, Lampahan Jaka Tingkir
Duk nalika kawisuda dados lurahing prajurit tamtama
Katindakaken dening Kawedanan Kridhomardawa, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
(Syahdan, yang ditampilkan ini adalah Beksan Wira Taruna,
Diambil dari serat babad di Negara Demak, Perjalanan Jaka Tingkir
Ketika dilantik menjadi pemimpin prajurit Tamtomo
Dipersembahkan oleh Kawedanan Kridamardawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat).
Dalam tradisi tutur Jawa, Jaka Tingkir dipercaya sebagai raja pertama Kerajaan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Jaka Tingkir dikenal cakap dalam berperang. Nancy Florida dalam Writing The Past, Inscribing The Future menuliskan, “Kemampuannya di pertempuran sempurna, ia naik pangkat dengan cepat. Tak lama, pemuda ini berhasil mencapai pangkat komandan yang sangat tinggi serta menjadi pengawal elit Sultan Trenggana”. Dengan kedudukan itu, Jaka Tingkir dikenal sebagai Lurah Prajurit Wirotamtomo.
Jalan Cerita
Tokoh satunya, Dhadhungawuk, merupakan pemuda gagah yang berasal dari Kedhung Pingit, seperti tertulis pada naskah T.59 berikut,
Wahuta, salebeting pura, para prajurit tamtomo sami coben tandhinganing ngayuda,
Kasaru datengipun tiyang nem-neman hingkang hambeg sarosa, mumpuni kadigdayanira,
Wastanipun Dhadhungawuk, saking Kedhung Pingit
Datengira gumrojog tanpa iringa
Sareng kasumurepan dening prajurit tamtomo, pun Dhadhungawuk hanulya den cepeng.
(Di kerajaan, para prajurit tamtomo berlatih perang
Kemudian datanglah pemuda gagah nan digdaya
Namanya Dhadhungawuk, dari Kedhung Pingit
Kedatangannya begitu tiba-tiba
Para prajurit tamtomo melihatnya, lalu menangkapnya).
Dhadhungawuk ingin menjadi prajurit wirotamtomo karena merasa memiliki kekuatan sangat besar. Jaka Tingkir pun menghendaki menguji kesaktian Dhadhungawuk. Jika Dhadhungawuk dapat mengalahkan Jaka Tingkir, maka jabatan lurah prajurit wirotamtomo akan diserahkan kepada Dhadhungawuk, sebagaimana dituturkan dalam pocapan Beksan Wira Taruna.
Dhadungawuk, menawi menira kawon dhateng pekenira,
Menira pasrahake Wedana Prajurit Wirotamtomo.
(Dhadhungawuk, jika kamu mampu mengalahkanku,
Akan kuserahkan jabatan pemimpin prajurit Wirotamtomo).
Pecahlah pertarungan antara Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk. Keduanya beradu kesaktian. Pertarungan tersebut disaksikan oleh pengikut mereka masing-masing. Jaka Tingkir beberapa kali mencoba menusukkan kerisnya ke tubuh Dhadhungawuk, tetapi gagal karena Dhadhungawuk berhasil menghindar. Begitu pula Dhadhungawuk. Ia berusaha menyerang Jaka Tingkir dengan pedangnya, tetapi selalu gagal. Pada percobaan terakhir, Jaka Tingkir berhasil menusuk Dhadhungawuk. Alhasil, pemuda itu gugur. Jabatan lurah prajurit wirotamtomo tetap menjadi milik Jaka Tingkir. Dalam cerita lain, digambarkan Jaka Tingkir menewaskan Dhadhungawuk menggunakan sadak (daun sirih yang diikat dengan benang lawe).
Ragam Gerak
Dalam tari Wira Taruna, tokoh Dhadhungawuk dan pasukannya berkarakter gagah, sedangkan Jaka Tingkir dan pasukannya berkarakter halus. Tarian diawali dengan maju beksan saat tokoh Jaka Tingkir dan pasukannya memasuki area pentas dengan ragam gerak tayungan majeng. Tokoh Dhadhungawuk beserta pasukannya kemudian menyusul dengan ragam gerak yang sama.
Karakter gagah yang diperankan oleh tokoh Dhadhungawuk dan pasukannya menunjukan watak sombong. Hal ini dapat terlihat pada salah satu ragam gerak yang mereka tarikan, yaitu megol.
Beberapa ragam gerak lain yang ditampilkan dalam Beksan Wira Taruna adalah muryani busana, sigra menjangan ranggah, ngundhuh sekar, dan sinom.
Pertarungan antara Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk digambarkan melalui ragam gerak seperti samberan, jeblosan, nyrampang, nyriwing, dan nglambung. Salah satu daya tarik Beksan Wira Taruna adalah pola lantai yang dinamis sehingga ruang panggung digunakan secara maksimal serta tidak monoton.
Komposisi Gending
Komposisi gendhing Beksan Wira Taruna diawali dengan Lagon Wetah Laras Slendro Manyura. Ladrang Gati Sudira menjadi pengiring ketika penari memasuki panggung pementasan. Gendhing selanjutnya adalah Ganjur, Ladrang Wiratama, Kawin Sekar Pangkur Dhudha Kasmaran, Ladrang Wira Taruna, Kawin Sekar Megatruh Wuluh Gadhing, Ketawang Abra Markata, Lancaran Taruna Sura, Plajaran Jugag, dan Cara Balen. Beksan Wira Taruna berakhir ketika para penari mundhur beksan dengan diiringi Ladrang Gati Wira Taruna.
Kelengkapan Busana
Dua busana berbeda dikenakan oleh penari Wira Taruna. Pemeran Jaka Tingkir yang berkarakter alus mengenakan sondher gendala giri, lonthong ijo, kamus untu walang, nyamping nitik, iket berwarna biru tua, dan properti senjata keris. Pemeran Dhadhungawuk mengenakan busana sondher gendala giri, lonthong berwarna merah, kamus untu walang, nyamping grompol, lancingan abrit, iket berwarna hitam, dan properti pedang.
Beksan Wira Taruna menunjukan perjuangan pemimpin dalam mempertahankan harga diri dan martabatnya. Dengan gagah berani Jaka Tingkir menghadapi lawan yang hendak mengambil posisinya.
Daftar Pustaka
Jennifer Lindsay, dkk. 1994. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
KMT Suryowaseso. 2025. Naskah Beksan Wira Taruna. Yogyakarta: Kawedanan Kridamardawa
Laman sastra.org diakses 10 Mei 2025
Laman https://historia.id/kuno/articles/siapa-jaka-tingkir-v29ww/page/1 dengan judul Siapa Jaka Tingkir, diakses pada 10 Mei 2025
MRiyo Susilomadyo. 2025. Notasi Iringan Beksan Taruna UUH. Yogyakarta: Kawedanan Kridamardawa
NN. Pratelan Lampah-Lampahing Lelangen Beksa Wirotamtomo (Terjemahan Naskah T.59)
Soekoesno Tjokrosasmito. Kisah Joko Tingkir, Sultan Hadiwijaya Pengging. 1979. Sragen. Diakses melalui https://luk.staff.ugm.ac.id/itd/JakaTingkir/Digital2014.pdf
Sumaryono. 1984. Lelangen Beksa Wirotamtomo (Jaka Tingkir): Laporan Akhir Studi Klas Tari Jawa VI Jurusan Tari ISI Yogyakarta. Yogyakarta: ISI Yogyakarta
Daftar Wawancara
Wawancara dengan KMT Suryowaseso pada Selasa, 20 Mei 2025
Wawancara dengan MB Kayun Sumekto pada Jumat, 16 Mei 2026