Image page cover

Beksan Jungkung Mardeya

Sejarah

Beksan Jungkung Mardeya merupakan salah satu beksan pethilan yang ditarikan oleh penari laki-laki. Tari ini berasal dari kisah epos Mahabharata dan bersumber dari naskah berjudul Pocapan Beksan Pethilan Perangipun Janaka-Jungkungmardeya. Tarian ini juga bisa disebut Beksan Perangan Jungkungmardeya – Janaka, karena di dalam naskah itu memuat teks percakapan yang digunakan dalam pementasan Wayang Wong, khususnya pada adegan pertempuran antara Janaka dan Prabu Jungkungmardeya. Manuskrip tersebut disimpan di Perpustakaan Widya Budaya, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan kode klasifikasi T.36. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, Beksan Jungkung Mardeya kembali dipentaskan dalam pergelaran rutin Uyon-Uyon Hadiluhung episode 17 November 2025. Dalam penampilan tersebut, naskah T.36 diinterpretasikan secara utuh dengan penyesuaian ragam gerak. 

1 01 Small

Jalan Cerita

Beksan Jungkung Mardeya menceritakan peperangan Jungkungmardeya melawan Janaka. Berdasarkan narasi yang tertulis pada Serat Pocapan T.36 , Jungkungmardeya adalah raja yang bertakhta di Kerajaan Parangteja. 

Perseteruan keduanya merupakan bagian kisah Wayang Purwa episode Srikandhi Maguru Manah. Dalam kisah lain, Srikandhi juga melawan Prabu Jungkungmardeya. Hal ini dilakukan oleh Srikandhi setelah ia selesai belajar memanah kepada Janaka.  Diceritakan bahwa Prabu Jungkungmardeya hendak melamar dan membawa Dewi Srikandhi ke Cempalaharja, seperti tertulis dalam kandha berikut: 

“Wauta! Nenggih hingkang kacariyosaken punika, kocapa nata nagari Parangteja, Sang Prabu Jungkung Mardeya, hingkang arsa mboyong putri adi hing nagari Cempalaharja, arum-arum Sang Dyah Wara Srikandhi.”

(Syahdan! Di negara Parangteja, Sang Prabu Jungkung Mardeya ingin memboyong putri dari Cempalaharja bernama Sang Dyah Wara Srikandhi).

7 07 Small

Keinginan Prabu Jungkungmardeya untuk memperistri Dewi Srikandhi akhirnya terdengar hingga ke telinga Janaka. Tak dapat dielakkan lagi, keduanya bertemu untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pertemuan itu, Prabu Jungkungmardeya terang-terangan menyatakan keinginannya untuk memperistri Dewi Srikandhi. Tentu saja, Janaka menolak tegas. Penolakan ini membuat suasana memanas hingga akhirnya perang tak terhindarkan. Keduanya digambarkan sama-sama sakti, seperti yang tertulis dalam kandha berikut:

“Wondene risang kekalih, tuhu saya prajurit pinunjul, yekti Sang Prabu Jungkung Mardeya puniku, nyata sektri mandraguna, dene Raden Janaka puniku, yekti satriya tanpa tandhing.”

(Keduanya adalah prajurit unggul. Sang Prabu Jungkung Mardeya sakti mandraguna, sedangkan Janaka, kesatria tiada tandingnya). 

Keduanya bertanding dengan menggunakan tameng dan dhuwung (keris kecil), yang menjadi senjata utama mereka. Perseteruan keduanya berlangsung sengit dan terjadi begitu cepat. Setelah pertempuran sengit, Janaka akhirnya berhasil mengalahkan Prabu Jungkungmardeya. 

17 17 Small

Struktur Tarian

Dalam naskah aslinya, beksan pethilan ini dibawakan oleh 2 penari putra. Sementara untuk penggarapan Uyon-Uyon Hadiluhung 17 November 2025, dikembangkan menjadi empat penari; dua orang memerankan tokoh Prabu Jungkungmardeya dan dua lainnya memerankan tokoh Janaka. Prabu Jungkungmardeya dan Janaka sama-sama berkarakter halus, tetapi memiliki perbedaan dalam pembawaan watak. Prabu Jungkungmardeya digambarkan memiliki sifat alus, lanyap, dan mbranyak, yang mencerminkan pribadi lembut, tetapi angkuh dan sombong. Sementara itu, Janaka berwatak alus dan luruh, menggambarkan sosok yang tenang, rendah hati, dan penuh pengendalian diri. Perbedaan karakter inilah yang menjadi kekuatan utama dalam penampilan tarian. 

Struktur Beksan Jungkung Mardeya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Maju beksan atau maju ke area pementasan dilakukan dengan gerakan tayungan majeng. Setelah itu, para penari melakukan sembahan sebagai bentuk penghormatan dan tanda dimulainya tarian.  

Pada bagian beksan atau inti, ditampilkan berbagai ragam gerak seperti gajah ngoling, mayuk jinjit, panggel kiwa, cepeng, dan tancep. Gerak-gerak ini menjadi pengantar menuju adegan perang. Dalam adegan perang, tokoh Prabu Jungkungmardeya dan Janaka memainkan tameng dan dhuwung sebagai senjata. Perkelahian keduanya ditunjukkan dengan rangkaian gerak saling menyerang, menangkis, dan menahan serangan. Iringan gamelan menjadi makin seseg, berirama cepat dan tegang, sehingga suasana menjadi makin intens. Pada puncak adegan, Janaka berhasil menaklukkan Prabu Jungkungmardeya. Kekalahan Jungkungmardeya digambarkan dengan adegan Janaka menyarangkan keris ke tubuh sang Raja hingga ia jatuh dan bersimpuh. Setelah itu, tempo iringan menurun kembali, menandai bagian penutup perang. Setelahnya, para penari mundur beksan, meninggalkan arena pementasan dengan ragam gerak tayungan.

26 26 Small

Komposisi Gendhing

Komposisi gendhing Beksan Jungkung Mardeya  berlaras slendro pathet sanga, diawali dengan lagon wetah, dilanjutkan dengan lagon ngelik, majeng gendhing, dan ayak-ayak badhaya. Iringan selanjutnya adalah ada-ada, ketawang laras driya, ladrang lompong keli, dados garap rog-rog asem, gangsaran, ketawang sangupati, ladrang lompong keli, gangsaran, ayak-ayak badhaya, dan diakhiri dengan lagon jugag.

4 04 Small

Kelengkapan Busana

Para penari Beksan Jungkung Mardeya mengenakan busana gladhen (busana latihan tari) bernuansa merah, berupa udheng, lonthong abrit, sonder gendala giri abrit, kamus untu walang, dan sinjang seling kawung. 

Beksan Jungkung Mardeya menyiratkan ajaran luhur tentang pentingnya kerendahan hati dan pengendalian diri. Pertarungan Janaka dan Prabu Jungkungmardeya melambangkan pergulatan antara kebaikan dan kesombongan dalam diri manusia. Kemenangan Janaka menegaskan bahwa kejujuran dan ketulusan hati akan selalu mengalahkan ambisi serta keserakahan.


Daftar Pustaka

Asri Rachmadani dan R.M Pramutomo. 2017. “Tari Bramastra Karya Wahyu Santoso Prabowo dalam Pandangan Metafora”, dalam Jurnal Greget Vol. 16, No. 1 Juli 2017. 

Jennifer Lindsay, dkk. 1994. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Naskah T.36 (Pocapan Beksan Pethilan Perangipun Janaka-Jungkungmardeya), koleksi Perpustakaan Widya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

RRiyo Rogomurti. 2025. Serat Kandha lan Pocapan Beksan Jungkung Mardeya. Yogyakarta: Kawedanan Kridhamardawa. 

Mas Riyo Susilomadyo. 2025. Notasi Beksan Jungkungmardeya. Yogyakarta: Kawedanan Kridhamardawa.

Wawancara dengan RRiyo Rogomurti pada 4 November 2025.

Wawancara dengan MB Kayunsumekto pada 9 November 2025.