Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Purwasemantri: Melacak Sejarah, Merawat Budaya

Darah Abdi Dalem turun temurun mengalir dalam diri R. Sadmana Rahardja. Empat generasi pendahulunya mengabdi di keraton pada zamannya masing-masing. Ayahnya bahkan memegang peran khusus sebagai pengemudi pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Meski demikian, Pak Sadmana sama sekali tak berminat mengikuti jejak leluhurnya. Namun, setelah mendapat dorongan dari orang tua, ia memutuskan untuk mencoba meneruskan tradisi keluarga. Tahun 1998, Pak Sadmana memasukkan lamaran Abdi Dalem. Waktu itu, menurutnya, tak banyak pemuda yang berminat menjadi Abdi Dalem. 

Sekian lama tak ada panggilan, pada 2003, Pak Sadmana akhirnya mendapat dhawuh. “Saya sampai lupa kalau pernah mengajukan lamaran,” kenangnya. Sang ayah menyarankan ia memperbarui surat lamarannya. Pak Sadmana menurut dan dengan segera diminta sowan lalu diberi tugas pertama, yaitu menyapu di pelataran Gedhong Purworetno, letak Kantor Kawedanan Sri Wandawa ketika itu. 

Krt Purwasemantri 004

Menjadi Carik 

Pak Sadmana ditempatkan di Sri Wandawa terutama untuk kekosongan tenaga administrasi atau juru tik. Awalnya, untuk mengerjakan tugas tersebut, ia menggunakan mesin tik manual. Namun, karena di rumahnya ada komputer, ia membawa pulang pekerjaan dan mengerjakannya di rumah. “Beberapa bulan kemudian, diparingi komputer dari Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Itu awalnya komputer ada di Sri Wandawa.” Surat kekancingan pun terbit. Pak Sadmana resmi diangkat menjadi carik (sekretaris) Sri Wandawa dengan Nama Paring Dalem Purwasemantri. 

Menjadi carik bukan berarti ia bebas dari tugas-tugas pemeliharaan. “Kalau di Sri Wandawa itu sama seperti Abdi Dalem lainnya. Kalau yang duluan datang ya tetap menyapu, membuatkan minuman. Jadi tidak ada kalau pangkatnya tinggi lalu tidak membuatkan minuman yang lain tidak, ya tetap sama seperti saya menjadi carik. Tidak ada rasa sungkan, antara Abdi Dalem itu hubungannya enak.”

Ia senantiasa mengingat pesan sang ayah untuk tidak mengeluhkan tugas apa pun yang ia terima. “Ayah saya cuma suruh begini, kalau ingin jaga ilmu tentang keraton itu ya ketika disuruh-suruh jangan mengeluh. Jadi intinya kalau ingin mendapatkan ilmu, ya disuruh-suruh itu, dan jangan mengeluh”

Krt Purwasemantri 005

Ia mengakui kebenaran nasihat tersebut. Sebelum menjadi Abdi Dalem ia tidak mengetahui apa pun tentang keraton. Meski dibesarkan di dekat keraton, dalam keseharian ia tidak menaruh perhatian pada hal-hal terkait keraton dan Abdi Dalem. Ayahnya juga tidak pernah memberinya pengetahuan khusus. Namun, begitu mengamalkan pesan sang ayah, KRT Purwasemantri mendapatkan hikmah besar. “Ketika disuruh ke sana (saya) tahu, kenal, bahkan ke Gusti-Gusti kenal.” Kadang, saat ia menghadap ke salah satu pembesar keraton, ia diajak berbincang dan mendapat banyak ilmu. “Banyak pangandikan atau perkataan tentang keraton, jadi tidak usah susah-susah mencari, ilmu itu sudah datang sendiri.”

Dari keraton, ia juga mendapat keterampilan alih aksara dari huruf Jawa. Sebelumnya, ia tak bisa menulis dan membaca aksara tradisional tersebut. “Di luar itu, tahunya kalau Abdi Dalem itu bisa menulis Jawa, bisa membaca tulisan Jawa. Nah saya harus belajar mengalihaksarakan dari tulisan Jawa ke tulisan latin. Bukan satu dua lembar, tetapi satu buku. Akhirnya lancar. Jadi itu tidak pernah lupa itu kalau saya sedang mengalihkan, sekaligus membaca, sehingga isi buku itu tahu. Dan apa yang dikatakan ayah saya itu benar.”

Oleh karenanya, ia tidak mempertanyakan atau menimbang-nimbang setiap tugas yang ia dapatkan. “Tak ada keraguan sedikit pun. Lebih-lebih itu Dhawuh Dalem (perintah raja),” tegasnya.

Tugas-tugas di Sri Wandawa mengantarkan KRT Purwasemantri bertemu banyak orang dari berbagai kalangan dan itu membuatnya perlahan memahami seluk beluk upacara dan tradisi. Ia mencontohkan, untuk mengerti tata cara upacara Garebeg, ia membaca buku, mengamati, dan berkonsultasi dengan Abdi Dalem Pengulon demi memahami urut-urutan pelaksanaan Hajad Dalem. 

“Awalnya saya (pelajari) semua, di mana-mana,” ujarnya. Ia bertekad untuk menghafal setiap detailnya terlebih dahulu. “Jadi berapa Abdi Dalem yang nanti terlibat, dan seterusnya. Kemudian siapa saja, saya harus kenal. Karena terus terang saja waktu itu saya tidak tahu sama sekali. Tapi setelah beberapa kali saya menghadiri atau sowan dalam Hajad Dalem itu jadi saya hafal lampah-lampah-nya (urut-urutan prosesi).”

Krt Purwasemantri 002

Kawedanan Sri Wandawa

Kawedanan Sri Wandawa utamanya bertanggung jawab atas pengelolaan masjid, pasareyan (makam), petilasan, dan pesanggrahan milik keraton. Kawedanan ini juga mengkoordinasi lembaga-lembaga di bawahnya, seperti Pengulon, Keparak Para Gusti, Dapur Ladosan, dan perawatan pusaka.  

“Yang bangunannya rusak, itu nanti laporannya ke Sri Wandawa. Sri Wandawa meneruskan laporan itu kepada Kawedanan Hageng Panitrapura untuk selanjutnya diteruskan ke Wahana Sarta Kriya (sekarang Kawedanan Reksa Suyasa atau Kawedanan Sasana Pura), karena yang mengurusi bangunan, tanaman, tanah ada di Wahana Sarta Kriya,” terang KRT Purwasemantri. Ini merupakan pekerjaan besar karena keraton memiliki sekitar 60 pasarean dan petilasan. Beberapa makam di antaranya berada di luar Yogyakarta, seperti Jawa Timur. Bahkan ada yang berada di luar Jawa, seperti Makassar.

KRT Purwasemantri juga terlibat dalam pelacakan makam-makam lama yang dokumentasinya sudah sulit ditemukan. Tempatnya pun tidak diketahui dengan jelas.  Dalam menjalankan tugas ini, ia mendapatkan pengalaman-pengalaman yang diakuinya membuat “merinding” karena seringkali mendapatkan jalan tak terduga, seperti penemuan kembali makam Raden Ayu Purwadiningrat (Mertua Sri Sultan HB II) di Kertosono, Jawa Timur. Tiba-tiba, ia kedatangan orang yang merupakan keturunan juru kunci makam tersebut. Namun, belum jelas siapa yang dimakamkan di sana. Tak lama kemudian, secara kebetulan, seorang temannya memberikan buku silsilah terkait siapa yang dimakamkan di sana. Serangkaian kejadian kebetulan lain mengikuti setelahnya hingga makam tersebut bisa diidentifikasi kembali. Makam tersebut kemudian dirawat kembali oleh Keraton Yogyakarta setelah sekian lama tidak ada perhatian.

Menurut KRT Purwasemantri, kemungkinan masih banyak pemakaman atau petilasan kuno yang belum terlacak. Menjadi ranah Sri Wandawa untuk mengidenfikasinya demi memastikan sejarah dan silsilah keluarga keraton bulat. Untuk itu, ia kadang pergi ke tempat-tempat jauh dan terpencil guna meneliti tempat-tempat yang kemungkinan besar memiliki peran penting terkait hal tersebut.  Ia menafsirkan petunjuk-petunjuk yang ada, layaknya sejarawan. Pengetahuan luas dan ketekunan mutlak diperlukan di sini. 

Ia memimpikan pendataan lengkap terkait pusaka-pusaka keraton. “Karena bagi saya itu, data itu sangat penting. Karena bukan untuk saat sekarang tetapi untuk masa yang akan datang.”  

Krt Purwasemantri 001

Membatik

Saat tidak bertugas di keraton, KRT Purwasemantri mengisi waktu luang dengan membatik, sesuatu yang juga kental dengan tradisi Jawa. Ia membatik untuk memenuhi pesanan keraton dan siapa pun yang membutuhkan. Batik-batik yang dipesan keraton diperuntukkan khusus, misalnya upacara Labuhan, sehingga motifnya pun spesifik dan tidak ditemukan di luar keraton, seperti cangkring dan limar. 

Lebih dari dua puluh tahun mengabdi, salah satu inti sari yang ingin ia bagikan ke Abdi Dalem yang lebih muda adalah keikhlasan untuk menjalankan tugas. Setelah mengedepankan keikhlasan dalam berkarya, ia merasakan hidup yang lebih tenang dan tertata. “Jadi surganya di dunia itu ketenteraman, kalau semua dijalankan dengan ikhlas itu tenteram.” 

Salah satu perubahan besarnya adalah bersedia disuruh-suruh, padahal sebelumnya ia tidak pernah mau begitu. “Ternyata ketika disuruh-suruh itu membawa manfaat berarti, terus terang saja, saya dapat pencerahan,” ujarnya. 

Ia mengisahkan bahwa sebelum menjadi Abdi Dalem, ia hidup tanpa aturan. “Mungkin itu memang tujuan orang tua saya. Menjadi Abdi Dalem. Menjadi orang yang aturan. Terus terang saja saya seperti itu. Jadi berubah sama sekali. Bahkan teman-teman saya itu heran. Saya mau menjadi Abdi Dalem.”

Selain dari menjalani hidup dengan ikhlas, ketenteraman KRT Purwasemantri juga datang dari dukungan keluarga, termasuk kebanggaan anak-anaknya memiliki ayah sebagai Abdi Dalem.