Bedhaya Lambangsari

Sabetbyar, wauta,

Hanenggih ingkang kawiyosaken punika,

Lelangen Bedhaya, ingkang pinudya sinukmeng kata,

Hamendhet cariyos saking Serat Babad,

Nalikanipun ingkang Sinuwun Senopati Ing Ngalaga ing Mataram,

Duk rawuh ing Muhara Pasisir Kidul,

Pepanggihan kalihan Ratu Kidul,

Wondene saniskaranipun,

Sampun kocap wonten Kagungan Dalem Serat Pasindhen Bedhaya sedaya.

Terjemahan:

Alkisah,

Tarian yang disajikan saat ini,

Bedhaya yang terangkai dalam sebuah cerita,

Diambil dari Serat Babad,

Yang menceritakan peristiwa ketika Yang Mulia Panembahan Senopati di negara Mataram,

Ketika berkunjung ke muara sungai di tepian pantai selatan,

Bertemu dengan Ratu Pantai Selatan,

Kisah lengkapnya,

Telah ditulis dalam Buku Syair yang dilantunkan para Pesindhen.

Bedhaya Lambangsari merupakan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921), yang kemudian dikembangkan pada era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939). Lambangsari berarti bertukarnya cinta kasih.  Beksan ini mengambil cerita dari Serat Babad Nitik yang mengisahkan pertemuan antara Panembahan Senopati dengan penguasa laut selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul. Dalam pertemuan tersebut Kanjeng Ratu Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati dan keturunannya. Pada akhirnya Panembahan Senopati berhasil mendirikan sebuah kerajaan, yaitu Mataram dan Keraton Yogyakarta merupakan salah satu kerajaan penerusnya.

Bedhaya Lambangsari dibawakan oleh sembilan penari putri. Kesembilan penari dalam bedhaya berkaitan dengan konsep babahan hawa nawa (sanga) yang merujuk pada sembilan lubang dalam diri manusia, sekaligus sebagai perwujudan dari anatomi tubuh manusia. Secara komposisi, formasi sembilan penari bedhaya dalam satu rakit adalah:

  1. Endhel Pajeg simbol Hati (kehendak),
  2. Batak simbol Kepala (pikiran),
  3. Jangga atau Penggulu simbol Leher,
  4. Dhaha atau Pendhadha simbol Dada,
  5. Bunthil simbol Pantat,
  6. Apit Ngajeng simbol Tangan Kanan (pengapit depan),
  7. Endhel Wedalan Ngajeng simbol Kaki Kanan (pengikut depan),
  8. Apit Wingking simbol Tangan Kiri (pengapit belakang),
  9. Endhel Wedalan Wingking simbol Kaki Kiri (pengikut belakang).

Naskah Tari

Catatan mengenai Bedhaya Lambangsari ditemukan dalam beberapa manuskrip di  Perpustakaan KHP Kridhomardowo Keraton Yogyakarta. Serat Kandha Bedhaya Utawi Srimpi (kode BS 9) memuat narasi dan iringan musik gamelan. Bedhaya Lambangsari tercatat di bawah subjudul Bedhaya (Gendhing Lambangsari). Sedangkan teks lirik vokalnya (sindhenan)  dimuat dalam Serat Pasindhen Bedhaya Utawi Srimpi (kode BS 11, BS 12, dan BS 17).

Ragam Gerak

Bedhaya Lambangsari dibawakan dalam ragam gerak antara lain sembahan, ngenceng cathok udhet, oyog-oyogan ngembat asta (pudhak mekar), gidrah, ngenceng jengkeng, ngenceng ngendherek, ngenceng gedrug maju dan mundur, lembehan, impang ngewer udhet, dhuduk wuluh, gudhawa asta minggah, ngundhuh sekar, bango mate, lampah semang dan kengser tumpeng tali.

Persiapan Penari

Saat berlatih hingga waktu pementasan tari, penari Bedhaya Lambangsari diwajibkan dalam keadaan bersih (sedang tidak haid). Dalam prosesnya, pemucal (pengajar tari) menyiasati dengan membuat dua rakit (kelompok), penari patuh (inti) dan penari bela (cadangan). Jika ada penari patuh yang berhalangan, maka penari bela siap menggantikan dan menyesuaikan peran. Selain itu, para penari hendaknya melakukan laku putih atau puasa untuk mempersiapkan kondisi batin yang bersih dan untuk menghormati Kanjeng Ratu Kidul sebagai tokoh dalam tarian ini. 

Tata Busana dan Rias

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, penari bedhaya semula mengenakan busana kampuh beralih menggunakan mekak dan kain seredan, namun tata riasannya tetap menggunakan paes ageng. Mekak berupa kain penutup badan dari dada hingga pinggul, selain itu juga mengenakan kain jarik motif parang rusak dengan pola seredan. Aksesoris lainnya berupa kelat bahu, slepe, sampur cindhe, kalung sungsun dan gelang. Tata rias paes ageng sama seperti yang diterapkan pada pengantin putri, dilengkapi dengan gelung bokor sebagai tata rambut.

Iringan Musik

Bedhaya Lambangsari mengambil nama dari gendhing utama yang digunakan, yaitu Gendhing Lambangsari. Komposisi Gendhing Lambangsari diawali dengan Lagon Wetah Laras Slendro Pathet Manyura, Kapang-kapang Maju Gati Lironsih Laras Slendro Pathet Manyura, Lagon Ngelik Laras Slendro Pathet Manyura, Kandha “Bawa Swara Sekar Sinom Parijatha”, Gendhing Lambangsari Laras Slendro Pathet Manyura, minggah Ladrang Lipursari lalu berhenti(suwuk). Dilanjutkan “Celuk Bawa Swara Wegang Sulanjari”, Ketawang Sulanjari Laras Slendro Pathet Manyura, lalu berhenti (suwuk).Dilanjutkan Lagon Jugag Laras Slendro Pathet Manyura, dan diakhiri Kapang-kapang Mundur Gati Lambangsih Laras Slendro Pathet Manyura serta Lagon Jugag Laras Slendro Pathet Manyura.

Meski memiliki kesamaan nama dan gendhing pengiring, Bedhaya Lambangsari berbeda dengan tari Golek Lambangsari. Keduanya memiliki isi dan makna cerita yang berbeda. Pada 28 Desember 2020, Keraton Yogyakarta kembali mementaskan Bedhaya Lambangsari dalam Uyon-Uyon Hadiluhung Selasa Wage untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran) Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Pagelaran Bedhaya Lambangsari ini menampilkan warna baru, yaitu penggunaan gendhing gati dengan gamelan berlaras slendro. Biasanya gendhing gati dimainkan bersama dengan gamelan berlaras pelog. Gendhing gati tersebut adalah Gati Lironsih untuk kapang-kapang maju dan Gati Lambangsih untuk kapang-kapang mundur, kedua Gendhing Gati ini merupakan Yasan Dalem Enggal (karya baru) Sri Sultan Hamengku Buwono X. 


Daftar Pustaka
Bambang Pudjasworo. 1982. Studi Analisa Konsep Estetis Koreografi Tari Bedhaya Lambangsari. Yogyakarta: Tesis ASTI Yogyakarta
Dewan Ahli Yayasan Siswa Among Beksa Ngayogyakarta Hadiningrat. 1981. Kawruh Joged Mataram. Yogyakarta: Yayasan Siswa Among Beksa
Jennifer Lindsay, dkk. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2 Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Kagungan Dalem Serat Pasindhen Bedhaya, Koleksi Kapustakan Kridhomardowo, Keraton Yogyakarta
Wawancara dengan KRT Widyawinata pada 10 Desember 2020
Wawancara dengan MB Brongtomadyo pada 10 Desember 2020
Wawancara dengan Nyi MW Widya Winar Budaya pada 10 Desember 2020
Notasi Iringan, Serat Pasindhen (Lirik Vokal), dan Lampahing Beksa Bedhaya Lambangsari (Dance Script)