Perlengkapan Minum Teh Pisowanan Malem Garebeg / Muludan

Memasuki bulan Mulud, Patehan kembali bersiap diri untuk menyambut Pisowanan Malem Garebeg yang berlangsung setiap tanggal 11 Mulud malam di Masjid Gedhe. Acara yang dihadiri oleh Sultan, Paku Alam, kerabat, dan tamu undangan ini meliputi pembacaan riwayat Nabi Muhammad S.A.W. dan prosesi penyebaran udik-udik oleh Sultan.

Seperti biasa, menjelang pelaksanaan upacara adat di Keraton Yogyakarta, Patehan akan disibukkan dengan segala persiapan mulai empat atau lima hari sebelum acara. Persiapan diawali dengan mengambil perlengkapan ke bagian penyimpan alat atau bekakas. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mencuci dan mengeringkan.

Namun berbeda dengan persiapan untuk acara-acara lain, proses persiapan minuman untuk Pisowanan Malem Garebeg dilakukan oleh dua bagian yang berbeda, yaitu Abdi Dalem Patehan dan Abdi Dalem Pengulon. Abdi Dalem Patehan menyiapkan minuman untuk Sultan, Pakualam, dan keluarga. Sedangkan Abdi Dalem Pengulon menyiapkan minuman untuk para bupati dan tamu undangan yang lain. Maka, di pagi hari menjelang acara, Abdi Dalem Pengulon akan datang ke Patehan untuk mengambil cangkir bupati dan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minum.

 

Img 0114
Penyajian rampadan Sultan

Aturan Pemakaian Peralatan Minum Teh Pisowanan Malem Garebeg / Muludan

Dalam acara Pisowanan Malem Garebeg, disiapkan dua perlengkapan minum teh di dua tempat berbeda, yaitu di bagian serambi masjid dan bagian Nguplik ( ruang di dalam masjid). Jamuan di serambi sifatnya lebih umum, minuman teh disajikan untuk Sultan, Paku Alam, keluarga, bupati, dan seluruh tamu undangan. Sedangkan di Nguplik merupakan jamuan khusus untuk Sultan, Paku Alam, dan keluarga saja.

Untuk perlengkapan yang dipakai di serambi, ketentuannya sebagai berikut:

 

Sri Sultan

Nampan kuning emas, teko keramik bermotif bunga dengan gagang emas, set cangkir keramik warna merah muda dengan gambar wajah Sri Sultan Hamengku Buwono VII, sendok emas, tutup kain putih.

 

Pangeran Adipati Paku Alam

Nampan perak, teko keramik bermotif bunga dengan gagang perak, set cangkir warna merah muda dengan tutup berlambang PA, sendok perak.

Keluarga Sultan bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya

Nampan perak beralas marmer, teko keramik putih polos dengan gagang perak, set cangkir warna merah muda, dan sendok perak.

Keluarga Sultan bergelar Gusti Bendara Pangeran Harya

Nampan beralas merah, ketel keramik putih polos gagang perak, set cangkir berwarna merah muda, sendok perak.

Putra Dalem bergelar Gusti Kanjeng Ratu

Nampan emas, ketel keramik motif bunga dengan gagang emas, set cangkir berwarna merah muda, sendok emas.

Putra Mantu Dalem dan Putra Paku Alam

Nampan perak beralas marmer, teko keramik putih polos dengan gagang perak, set cangkir warna merah muda, dan sendok perak.

Wayah Dalem (cucu Sultan)

Set cangkir warna biru dan sendok perak. Tanpa rampadan.

Abdi Dalem berpangkat Bupati

Set cangkir putih tanpa tutup dengan lambang Keraton Yogyakarta.

Perlengkapan yang disiapkan di Nguplik pada dasarnya hampir sama dengan di serambi. Untuk Sultan, rampadan atau perlengkapan minum teh yang dipakai hampir sama, hanya dibedakan berdasar nampan yang digunakan. Di serambi Sultan memakai nampan kuning emas yang lebih besar dibanding dengan yang beliau gunakan di Nguplik.

Aturan pemakaian rampadan ini tidak mengikat. Perubahan bisa dilakukan tergantung pada siapa saja yang hadir dan ketersediaan perlengkapan.

 

>

Episode Danapratapa - Pembuatan & Penyajian Teh di Patehan

 

Pembuatan Teh

Di hari berlangsungnya upacara, Patehan akan mulai memasak air sekitar pukul 14.00. Karena kebutuhan minum yang disiapkan oleh Patehan tidak terlalu banyak, maka air cukup dimasak menggunakan ceret kecil. Kebutuhan air matang dicukupi dengan kurang lebih tiga kali memasak.

Untuk bupati dan tamu, seluruh persiapan penyajian, termasuk memasak air, dilakukan oleh Abdi Dalem Pengulon di sekitar Masjid Gedhe. Tidak seperti di Patehan, air yang digunakan bukan dari Sumur Nyai Jalatunda melainkan air dari Masjid Gedhe. Meskipun Pengulon yang menyiapkan dan memasak air, namun untuk menjaga kesamaan takaran maka minuman teh tetap dibuat oleh Patehan. Jadi menjelang sore hari akan ada Abdi Dalam Patehan yang membantu meracik minuman sesuai dengan ukuran yang sudah baku.

Pada masa lampau, minuman untuk Sultan dan keluarga pernah disiapkan di Masjid Gedhe. Hingga pada 1987, Patehan memberanikan diri memberi saran agar persiapan minuman untuk Sultan dan kerabat kembali dilakukan di Patehan. Sebagai bagian yang bertanggungjawab atas penyediaan minuman di Keraton Yogyakarta, Patehan merasa lebih aman jika membuat sendiri minuman untuk Sultan dan keluarga. Usulan tersebut pun disetujui dan diberlakukan sampai sekarang.

Penyajian Teh

Pada pukul 17.00 minuman teh dan perlengkapan yang disiapkan di Patehan dibawa ke Masjid Gedhe oleh para Abdi Dalem Patehan sendiri. Sesampai di sana, segala perlengkapan kemudian ditata. Sebagian disiapkan untuk jamuan minum teh di serambi masjid saat pembacaan riwayat Nabi. Sebagian lagi diletakkan di Nguplik bersama sajian makan malam untuk Sultan, Paku Alam, dan keluarga pada waktu istirahat.

Acara selesai menjelang tengah malam. Semua peralatan langsung dibawa kembali ke Patehan. Pada keesokan harinya semua peralatan ini dibersihkan.

Adapun teh sisa minuman Sultan akan menjadi hal khusus bagi para Abdi Dalem Patehan. Minuman yang tersisa tersebut dituangkan dari perlengkapan minum untuk kemudian dibagikan, atau biasa disebut dilorod.

 

1 G3 B6469
Abdi Dalem Kanca Sewidak menyajikan minuman

 


Daftar Pustaka:
Suyami. 2008. Upacara Ritual di Kraton Yogyakarta : Refleksi Mitologi dalam Budaya Jawa. Yogyakarta : KEPEL Press.
Wawancara dengan Mas Riya Reso Dinomo pada Juli 2017