Beksan Panji Laleyan

Beksan Panji Laleyan merupakan Yasan Dalem atau karya Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Kisah dalam tarian ini merupakan cuplikan dari roman Panji yang dipertunjukkan dalam wayang gedog, menggambarkan perjalanan Raden Panji Laleyan atau Raden Panji Jayengresmi saat dipanggil kembali oleh sang kakek untuk bertapa dan menimba ilmu di Gunung Rasamulya. 

Setelah kurang lebih tri madya candra (tiga setengah bulan) bertapa dan menuntut ilmu keprajuritan serta tata pemerintahan, Raden Panji Laleyan mendapat kabar bahwa sang ayah, Raden Panji Asmarabangun, sedang berada di medan laga Parangkencana. Raden Panji Laleyan segera memohon izin kepada sang kakek untuk menyusul ayahnya. Setelah mendapat izin, berangkatlah Raden Panji Laleyan ditemani abdi pengasuh atau wulucumbu yang bernama Ki Lurah Dhoyok dan Ki Lurah Bancak. 

Di tengah perjalanan, Raden Panji Laleyan tersesat di Desa Wandhanpura dan mengalami berbagai godaan. Karena keteguhan hatinya, Raden Panji Laleyan berhasil mengatasi cobaan itu dan akhirnya dapat berkumpul dengan ayahnya untuk menghimpun kekuatan di medan laga.

Beksan atau tarian yang diciptakan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I identik dengan beksan sekawanan, yakni formasi tari yang dibawakan oleh empat penari putra. Namun, Beksan Panji Laleyan sedikit berbeda karena ditarikan oleh delapan orang yang terbagi menjadi dua kelompok; empat penari berkarakter halus dengan ragam impur dan empat penari berkarakter gecul (jenaka) dengan ragam merak ngigel. Ragam merak ngigel merupakan ragam tari yang sering digunakan oleh tokoh punakawan. Selain itu karakter gecul hampir mendominasi pagelaran tari. Hal ini belum pernah ditemui dalam beksan sekawanan lainnya. 

Kini, setelah 200 tahun lebih sejak diciptakan, tarian ini direkonstruksi oleh KHP Kridhomardowo berdasarkan manuskrip Serat Kandha. Manuskrip ini merupakan salah satu dari ribuan naskah keraton yang dijarah oleh Letnan Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Thomas Stamford Raffles, dalam peristiwa Geger Sepehi tahun 1812. Tahun 2019, manuskrip Serat Kandha versi digital diserahkan ke keraton oleh British Library.

Beksan Panji Laweyan 01

Ragam Gerak Tari

Tidak seperti naskah tari lainnya, Serat Kandha yang memuat tentangPanji Laleyan tidak menyebutkan adanya ragam gerak tarinya. Oleh karena itu, para pemucal (pengajar tari) di KHP Kridhomardowo kemudian menginterpretasikan serat tersebut dan mewujudkannya dalam Beksan Panji Laleyan. Ragam gerak tari tersebut tetap berpegang teguh pada falsafah Joged Mataram. Tarian ini dipentaskan pada gelaran Uyon-uyon Hadiluhung, Senin, 17 Mei 2021/ Sawal Jimakir 1954 di Bangsal Srimanganti.

Ragam gerak tari yang digunakan oleh Raden Panji Laleyan antara lain Sembahan, Beksa Impur, Gidrah Tumpang Tali, Ongkek Mlampah, Engkrang Gantung, Beksa Engkrang, Ngundhuh Sekar, Kicat Gajah Ngoling, Kipat Gajahan, Lampah Sekar, dan Impur Ngunus.

Sedangkan ragam tari yang digunakan oleh wulucumbu antara lain Sembahan Sila, Sembahan Jengkeng, Merak Ngigel Cantrik, Merak Ngigel Megol, Lembehan Ngegol, Macul kanan dan kiri, Petrukan, Nandur, dan Wayangan. 

Iringan Gendhing

Beksan Panji Laleyan menyajikan perpaduan gendhing untuk mengiringi karakter halus dan gecul secara silih berganti. Alunannya menghadirkan nuansa sedih dan senang, sesuai dengan situasi yang dihadapi Raden Panji Laleyan, sehingga pertunjukan ini menjadi lebih berwarna.

Iringan gendhing Beksan Panji Laleyan memiliki laras Slendro Sanga. Komposisi gendhing diawali dengan Lagon Wetah, lalu disambung Lagon Ngelik, Maju Gendhing Mencep Slendro Sanga Kendhangan Candra, Plajaran, Ketawang Sri Kawuryan, Ayak-ayak Minggah Srepegan, Ayak Ayak Panjang Ilang, Ganjur, Ketawang Purnama, Monggang, Lagon Jugag, Mundur Gendhing Mencep Slendro Sanga Kendhangan Candra, Cara Balen, dan diakhiri dengan Lagon Jugag. 

Beksan Panji Laleyan tidak menampilkan adegan peperangan, melainkan konflik batin yang berkecamuk dalam diri Raden Panji Laleyan. Sebagai seorang putra mahkota yang bergelimang harta, Raden Panji Laleyan mudah mendapatkan apa pun, tetapi tetap memegang teguh etika dan susila. Di sisi lain, Raden Panji Laleyan menjalankan peran sebagai seorang kesatria yang sedang menuntut ilmu dan menjadi seorang pertapa sederhana. Parasnya yang tampan dengan sorot mata kehijauan laksana dedaunan membuat siapa pun tertarik, hingga putri saudagar di Desa Wandhanpura pun menaruh hati padanya. Namun, Raden Panji Laleyan memilih untuk tetap teguh pendirian dan tidak tergoda. 

 


Daftar Pustaka

Serat Kandha Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono I

Wawancara dengan RW Sasmintoprobo pada 28 April 2021

Wawancara dengan RP Ngeksibrongto pada 28 April 2021

Wawancara dengan MJ Taliwongso pada 3 Mei 2021