Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta

Dalam karawitan gaya Yogyakarta, kendhangan merujuk keterangan untuk menunjuk pola ritme tabuhan kendhang. Kendhangan Ketawang merupakan salah satu pola tabuhan kendhang yang digunakan pada struktur Gendhing Ketawang. Sementara Gendhing Ketawang merupakan salah satu bentuk Gendhing Alit, sebuah bentuk gendhing kecil. Penyebutan nama gendhing dalam seni karawitan biasanya disertai keterangan kendhangan, misalnya Gendhing Gajah Hendra, Laras Slendro, Pathet Sanga, Kendhangan Ketawang.

Di Keraton Yoyakarta, Gendhing Ketawang biasanya disajikan untuk Uyon-Uyon, iringan seni tari dan wayang kulit, perjamuan tamu, dan acara khusus lainnya.   Gendhing Ketawang apabila dilihat dari instrumen kolotomisnya mempunyai ciri sebagai berikut:

  1. Mempunyai empat kali tabuhan kethuk dalam satu gongan.
  2. Mempunyai dua kali tabuhan kenong dalam satu gongan.
  3. Mempunyai dua kali tabuhan kempul dalam satu gongan.

Penyajian musikal Gendhing Ketawang mempunyai dinamika tempo yang khas. Gendhing Ketawang dapat digarap dengan berbagai macam irama, yaitu irama lamba, irama I, irama II, bahkan sampai irama rangkep. Gendhing ini juga dapat digarap dengan bawa swara, andhegan, dan selingan. 

Kendang Kraton 01

Gendhing Ketawang dalam seni karawitan gaya Yogyakarta, juga sering dibunyikan dengan menggunakan instrumen bedhug. Peran bedhug tersebut untuk menggantikan tabuhan kendhang ageng. Terlebih pada gendhing-gendhing yang dibunyikan dengan teknik soran (keras).

Pola tabuhan Kendhangan Ketawang bisa digarap dengan teknik soran maupun lirihan. Selain laras dan pathet, berbagai variasi irama dan tempo pola tabuhan Kendhang Ketawang dapat menimbulkan suasana musikal tertentu. Suasana tersebut muncul sesuai dengan watak yang disajikan, antara lain sederhana, agung (wibawa), gagah, mungguh (serasi), gumyak (ceria), dan sedih. Gendhing ini dapat ditampilkan secara mandiri maupun berurutan dengan gendhing yang lainnya.

Berikut ini beberapa notasi Kendhangan Ketawang yang dirilis oleh KHP Kridhomardowo Keraton Yogyakarta pada Senin, 30 Agustus 2021.


Daftar Pustaka

Wawancara dengan MW Susilomadyo pada 25 Agustus 2021